TRIBUNJAKARTA.COM – Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Sakti Wahyu Trenggono pernah disinggung Presiden Prabowo sebagai bendahara Jokowi.
Seperti diketahui, Trenggono kini ramai terseret kasus 30 kilometer pagar laut di perairan wilayah Kabupaten Tangerang, Banten.
Pagar laut yang menghalangi nelayan mencari ikan itu diduga tidak berizin, bahkan area laut yang terpagari itu sudah dikapling dalam bentuk sertifikat hak guna bangunan (HGB) dan sertifikat hak milik (SHM) sejak 2023.
Sebagai Menteri KKP, laut adalah wilayah tanggung jawabnya.
Trenggono Bendahara Jokowi
Presiden Prabowo pernah menyinggung Trenggono saat berpidato di pembukaan Sidang Tanwir dan Resepsi Milad ke-112 Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), pada Rabu, (4/12/2024).
Prabowo menyebut Trenggono sebagai bendahara Jokowi, lawan di Pilpres sebelumnya.
Trenggono juga diangkat Jokowi menjadi menteri KKP sejak 23 Desember 2020.
Kini, kala Prabowo terpilih menjadi presiden usai memenangkan Pilpres 2024, Trenggono tidak dicopot, lanjut memimpin KKP.
“Saya ini dikalahkan Pak Jokowi, dan menteri-menteri saya banyak yang ikut mengalahkan saya.”
“Benar ya, ayo ngaku tuh, ngaku. Siapa bendaharanya Pak Jokowi, itu Trenggono itu,” kata Prabowo.
Sambil berseloroh, Prabowo menyebut Trenggono sebagai dalang kemenangan Jokowi, sekaligus kekalahannya di Pilpres 2019.
“Nyatanya saya tahu ini, dalangnya Trenggono ini,” kata Prabowo berseloroh.
Prabowo pun mengungkap alasannya kembali memilih Trenggono sebagai Menteri KKP.
“Saya dibilang ‘Oh Prabowo banyak pakai orangnya Jokowi’ bukan orangnya Jokowi saya pakai orang merah putih, saya pakai anak Indonesia,” ujarnya.
Prabowo sendiri sudah merspons terkait polemik pagar laut Tangerang yang menyedot perhatian masyarakat luas.
Sejumlah menteri terkait dipanggil ke Istana untuk memberi penjelasan, dan diberikan instruksi penanganannya.
KKP Kira Pagar Laut Penangkaran Kerang
Usai dipanggil Prabowo ke Istana, Trenggono bicara ke awak media bahwa pemanfaatan wilayah laut memang harus seizin KPP dalam bentuk Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).
“Untuk di Tangerang Banten, kita temukan memang tidak ada izin,” ujar Trenggono di Istana, Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin (20/1/2025).
Trenggono sempat mengira pagar laut di Tangerang sebagai tambak penangkaran kerang.
Namun, setelah viral, Trenggono baru mengirimkan tim untuk menyelidiki dan ketahuan bahwa rangkaian bambu puluhan kilometer itu pagar.
“Karena dulu itu kan tempat nelayan yang membuat penangkaran untuk kerang. Jadi kita berpikirnya ke arah sana gitu.”
“Tapi ketika dia (pagar bambu) terstruktur maka itu adalah untuk menahan abrasi,” kata Trenggono.
KKP pun mencanangkan pembongkaran pagar laut tersebut hari ini, Rabu (22/1/2025), setelah sebelumnya sempat disegel.
Menteri ATR/BPN Ungkap SHGB di Laut
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, membenarkan bahwa laut yang dipagari di wilayah Tangerang itu memiliki HGB dan SHM.
Hal tersebut juga sesuai temuan-temuan masyarakat yang diperoleh melalui aplikasi BHUMI ATR/BPN dan hasilnya diunggah di media sosial.
“Kami mengakui atau kami membenarkan ada sertifikat yang berseliweran di kawasan pagar laut sebagaimana yang muncul di banyak medsos,” ujar Nusron dalam keterangan pers, Senin (20/1/2025), dikutip dari Tribunnews.
Nusron mengungkapkan, jumlahnya terdapat 263 bidang dalam bentuk SHGB, dengan rinciannya atas nama PT Intan Agung Makmur sebanyak 234 bidang, atas nama PT Cahaya Inti Sentosa sebanyak 20 bidang, dan atas nama perorangan sebanyak 9 bidang.
Selain SHGB, terdapat pula SHM yang terbit di kawasan pagar laut Tangerang dengan jumlah 17 bidang.
“Jadi berita yang muncul di media tentang adanya sertifikat tersebut setelah kami cek, benar adanya, lokasinya pun benar adanya, sesuai dengan aplikasi BHUMI, yaitu di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang,” kata Nusron.
Menindaklanjuti temuan ini, Nusron menginstruksikan Dirjen Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang untuk melakukan pengecekan bersama Badan Informasi Geospasial, Senin (20/1/2025).
Pengecekan dilakukan untuk memastikan apakah lokasi sertifikat berada di garis pantai Desa Kohod (daratan) atau di luar garis pantai (laut).
Jika ditemukan sertifikat berada di luar garis pantai, evaluasi dan peninjauan ulang akan dilakukan.
Jokowi Diduga Ketahui Pemilik Pagar Laut
Sebelumnya diberitakan, Koordinator Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara), Petrus Selestinus, membeberkan sederet nama yang diduga mengetahui pemilik pagar laut di Tangerang.
Sederet nama yang disebutkannya itu di antaranya, pendiri dan pemilik Agung Sedayu Grup (ASG), Sugianto Kusuma atau yang akrab dipanggil Aguan dan Presiden ke-7 RI, Jokowi.
“Jadi, menurut saya untuk bisa memastikan siapa pemilik, siapa yang menyuruh memasang, dan siapa yang membiayai ini saya kira orang pertama perlu didengar untuk memastikannya mulai dari Jokowi, Aguan, Ali Hanafi, Denny Wongso, Ahmad Ghozali dan beberapa nama lainnya yang selama ini sering kita dengar sebagai pelaku lapangan di wilayah Teluk Naga dan sekitarnya,” ujar Petrus seperti dikutip dari Youtube Abraham Samad Speak Up yang tayang pada Selasa (14/1/2025).
Petrus menyarankan agar lembaga hukum melakukan pemeriksaan terhadap para nama yang telah dibeberkannya itu.
Nama-nama tersebut pun diduga mengetahui siapa sosok yang memagari laut dan siapa yang membiayai pembangunan pagar laut.
“Dengan mendengar orang-orang ini, oleh entah Mabes Polri, entah Kejaksaan atau KPK, kita pastikan mereka akan bisa memberikan informasi siapa sesungguhnya pemilik pagar 30 KM yang membentang di pesisir Pantai Indah Kapuk (PIK) dan Kabupaten Tangerang,” katanya.
Petrus beralasan nama Jokowi juga patut untuk diperiksa karena memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Aguan.
“Kalau kita baca majalah Tempo hasil wawancara yang kemarin menjadi heboh, pernyataan Aguan bahwa pembangunan di IKN itu adalah atas perintah Jokowi demi menjaga nama Jokowi, menjaga muka Jokowi itu pernyataan yang menunjukkan bahwa mereka sangat dekat dan hubungan antara presiden Jokowi dengan Aguan itu hubungan yang tidak prosedural hubungan, yang tidak profesional,” ucapnya.
“Kalau hubungan yang profesional, hubungan itu ya sesuai aturan tidak ada perintah tidak ada jaga muka siapa-siapa. Yang harus mereka jaga itu adalah muka rakyat, karena mereka belum sejahtera juga,” tambahnya.
Pemagaran di laut sepanjang 30 KM itu, kata Petrus, merupakan salah satu sikap menutup-nutupi kejahatan.
Diduga kuat kejahatan ini dilakukan oleh pengembang-pengembang properti besar yang selama ini ‘bermain’ di atas tanah rakyat kecil.
“Kemudian muncul bambu (pagar laut) ini menjadi sesuatu yang luar biasa membuka tabir. Semua pihak baik pejabatnya tutup mata, perusahaan yang membiayai pemagaran ini pasti tidak berani membuka informasi bahwa dia lah pemiliknya atau dia yang menyuruh,” pungkasnya.
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya
