TRIBUNNEWS.COM, KLATEN – Wakil Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog Marga Taufik memastikan Pemimpin Wilayah Bulog Kalimantan Selatan (Kalsel) telah diganti.
Pergantian itu menyusul kecewanya Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman terhadap kinerja Pimpinan Bulog Kanwil Kalsel.
Amran kecewa terhadap Pimpinan Bulog Kanwil Kalsel karena dinilai kurang responsif dan sulit dihubungi ketika petani membutuhkan kepastian penyerapan.
“Sudah segera kami geser,” kata Marga Taufik ketika diwawancara usai acara panen bersama di Desa Sumber, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Jumat (21/3/2025).
Ia mengatakan, posisi Pimpinan Bulog Kanwil Kalsel telah digantikan dari Bulog Kanwil Sulawesi Utara dan Gorontalo (Sulutgo).
Menurut Marga Taufik, pergeseran pimpinan di wilayah ini juga bagian dari penyegaran.
“Sudah diganti. Jadi yang kami geser itu ada yang dari Sulawesi Utara, kami geser ke Kalimantan Selatan. Ya, penyegaran,” ujarnya.
Sebelumnya, Pimpinan Perum Bulog Kanwil Kalimantan Selatan resmi dicopot dari jabatannya, Selasa malam (18/3/2025), setelah pada Selasa pagi Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyatakan kecewa atas kinerja Bulog di wilayah itu yang dinilai pasif dalam menyerap gabah petani saat panen raya.
“Saya kecewa dengan Bulog hari ini. Petani menunggu kepastian harga di sawah, tapi Bulog malah menunggu di gudang. Ini nggak bisa dibiarkan.”
“Harus ada perbaikan sistem. Kalau ada yang tidak mau bekerja untuk rakyat, lebih baik minggir,” kata Amran saat menghadiri panen raya di Kabupaten Tanah Laut.
Petani di Tanah Laut mengeluh harus menjual gabah ke tengkulak dengan harga di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) pemerintah, hanya Rp5.300 hingga Rp5.600 per kilogram.
Ini karena Bulog Kalimantan Selatan kurang responsif dan sulit dihubungi ketika petani membutuhkan kepastian penyerapan.
“Bulog di sini susah sekali dihubungi, mereka juga jarang turun ke lapangan. Padahal sekarang petani lagi panen raya, tapi nggak ada kepastian. Akhirnya, kami terpaksa jual ke tengkulak meskipun harganya jauh di bawah HPP,” keluh seorang petani di Tanah Laut.
Keluhan serupa juga datang dari petani lain di Tanah Laut dan sekitarnya. Ada petani yang mengaku memiliki 151 karung gabah, tetapi belum ada kepastian kapan Bulog akan membeli gabahnya, sehingga menyimpan gabah di rumahnya.
Sejumlah petani mengeluhkan Bulog masih memberikan persyaratan yang terlalu ketat, seperti mewajibkan gabah dalam kondisi benar-benar kering, sehingga makin menyulitkan petani.