Mengintip Festival Kupatan Perdana di Desa Kadilangu Pati, 11 Gunungan Ketupat Diarak Ribuan Orang

Mengintip Festival Kupatan Perdana di Desa Kadilangu Pati, 11 Gunungan Ketupat Diarak Ribuan Orang

TRIBUNJATENG.COM, PATI – Ribuan warga Desa Kadilangu, Kecamatan Trangkil, Kabupaten Pati, berkumpul di masjid desa setempat, Minggu (13/4/2025) sore.

Mereka mematut diri dengan busana yang atraktif.

Sebagian pria berpakaian lurik dan berblangkon, ada pula yang berpakaian hitam dan berkain batik busana adat Pati.

Adapun kaum perempuan ada yang berkebaya, berseragam gamis, dan berpakaian adat Pati.

Mereka kompak memeriahkan Festival Kupatan Kadilangu 1446 H.

Ini merupakan festival lebaran ketupat atau syawalan yang kali pertama diadakan di desa ini.

Masjid Jami’ Desa Kadilangu yang diyakini sebagai peninggalan salah satu Walisongo, yakni Sunan Kalijaga, menjadi titik kumpul warga.

Tampak ada 11 gunungan ketupat dan lepet yang ditata sedemikian rupa.

FESTIVAL KUPATAN – Prosesi kirab gunungan ketupat dan lepet dalam Festival Kupatan Kadilangu 1446 H di Desa Kadilangu, Kecamatan Trangkil, Kabupaten Pati, Minggu (13/4/2025). Festival ini baru pertama kali diadakan di desa ini.

Belasan gunungan ketupat dan lepet itu akan diarak berkeliling desa sebelum disantap bersama.

Inisiator kegiatan, Irham Shodiq, mengatakan bahwa festival ini merupakan upaya pelestarian tradisi secara meriah dan atraktif.

“Sebetulnya di sini sudah turun temurun ada bodo kupat (lebaran ketupat). Tapi lama tidak ada. Baru kali ini kami adakan kembali di Kadilangu. Bahkan pemerintah desa setempat merencanakan kegiatan ini menjadi ajang rutin tahunan yang ikonik di Desa Kadilangu,” jelas dia.

Festival ini, menurut Irham, menjadi penegasan bahwa Kadilangu merupakan desa pendidikan dan kebudayaan.

Dia ingin Kadilangu makin dikenal sebagai desa petilasan Sunan Kalijaga di Bumi Mina Tani.

“Masjid Kadilangu ini menurut cerita turun temurun merupakan peninggalan Sunan Kalijaga. Terlihat bahwa ada kesamaan nama antara Desa Kadilangu di sini dengan Kadilangu di Demak. Kemudian ada tradisi lain seperti udik-udikan ketika anak lahiran, mubeng masjid ketika nikahan. Tradisi ini kami uri-uri, dalam koridor Islam,” papar Irham.

Dikutip dari laman sunankalijaga.isi.ac.id, Masjid Kadilangu memiliki empat pilar dari pohon jati utuh yang menjulang tinggi. 

Empat pilar itu lebih tua dari Masjid Agung Demak.

Sebab, masjid ini telah dibangun sebelum Sunan Kalijaga menetap di Demak dan membangun Masjid Agung Demak.

Irham Shodiq menambahkan, festival yang baru pertama kali diadakan ini disepakati akan menjadi tradisi rutin tahunan yang digelar pada hari Ahad pekan kedua bulan Syawal.

Dia menjelaskan, Festival Kupatan Kadilangu ini diisi sejumlah mata acara.

Di antaranya tahtimul Qur’an bil ghoib sejak pagi yang ditutup pembacaan doa oleh KH Badruddin Syatibi, kirab kupat keliling desa, dan makan bersama.

“Filosofinya (makan ketupat bersama) adalah kupat sebagai singkatan dari ngaku lepat (mengakui kesalahan). Momen yang tepat bulan di Syawal untuk saling mengakui kesalahan dan bermaafan,” jelas dia.

Setelah makan bersama menjelang magrib, kegiatan dilanjutkan pada malam hari demgan tahtimul Qur’an bin nadzor oleh remaja masjid dan kader IPNU-IPPNU Kadilangu.

Dia menjelaskan, puncak kemeriahan festival ini adalah kirab gunungan ketupat yang diikuti para warga dari tiap RT.

“Ketupat dan lepet yang dikirab merupakan sumbangan semua warga. Tiap keluarga berpartisipasi. Ada yang menyumbang dua, lima, dan seterusnya. Total ada 11 gunungan yang dikirab keliling desa. Sepuluh gunungan dari 10 RT dan satu yang besar dari Pemdes sebagai gunungan utama,” jelas Irham.

Menurut dia, ajang ini juga menjadi momen reuni akbar para alumnus yang dulu pernah belajar di pesantren, madrasah, maupun lembaga pendidikan lain di Kadilangu.

Kepala Desa Kadilangu Arif Heru Prasetyo berkomitmen agar festival ini bisa menjadi kegiatan rutin.

Menurut dia, kegiatan ini bisa menjadi daya tarik yang ikonik.

Selain itu juga menjadi simbol persatuan dan kerukunan masyarakat.

“Dalam kegiatan ini masyarakat terlihat semangat untuk bisa melestarikan budaya. Ini semua swadaya masyarakat, kami dari Pemdes hanya membantu untuk stimulan saja,” tandas dia. (mzk)