Jakarta, Beritasatu.com- Istilah rahim copot tengah viral wara-wiri di media sosial, setelah dr Gia Pratama menjadi bintang tamu dalam acara podcast yang dipandu komika terkenal Raditya Dika. Dalam tayangan podcast tersebut, dokter Gia yang sehari-hari bekerja di instalasi gawat darurat (IGD) dan unit hemodialisis (cuci darah) menceritakan pengalamannya sebagai dokter dalam menangani berbagai pasien, termasuk ketika menangani pasien ibu melahirkan yang mengalami rahim turun atau dalam istilah medis disebut prolaps uteri.
Dokter Gia menceritakan, keluarga pasien datang ke rumah sakit dalam keadaan rahim sang pasien diletakkan dalam kantong plastik karena ikut terbawa saat plasenta ditarik paksa oleh dukun beranak yang menangani proses persalinan.
“Bayi lahir selamat, tinggal plasenta. Plasenta kan nempel sama rahim. Harusnya sabar saja, 15 menit kemudian copot sendiri. Tetapi, dukunnya enggak sabar dan tali pusarnya ditarik. Jadi rahimnya ikut turun, turun, turun dan nongol di vagina. Copot semua itu kayak air terjun,” ujar dr Gia, dikutip dari kanal YouTube Raditya Dika, Rabu (19/11/2025).
Apa itu rahim turun, faktor risiko, penyebab dan bagaimana pencegahannya? Berikut paparannya, seperti dihimpun dari berbagai sumber, Rabu (19/11/2025).
Prolaps Uteri
Prolaps uteri atau prolaps uterus dalam bahasa awam disebut dengan istilah turun peranakan. Dikutip dari laman resmi Rumah Sakit Eka Hospital, seperti yang dijelaskan dr Gia, kondisi ini adalah ketika rahim bergeser lalu turun melalui vagina bahkan sampai terlihat menonjol keluar.
Prolaps uterus sering dihubungkan dengan pada wanita menopause dan biasanya kerap terjadi pada wanita setelah melahirkan secara normal. Mengutip Cleveland Clinic yang telah ditinjau secara medis, prolaps uteri memiliki empat tahapan yakni:
Tahapan stadium prolaps uteri – (Cleveland Clinic/Cleveland Clinic)Stadium 1: Rahim turun ke bagian atas vagina.Stadium 2: Rahim turun ke bagian bawah vagina.Stadium 3: Rahim menonjol keluar dari vagina.Stadium 4: Seluruh rahim telah keluar dari vagina.
Lantas siapa saja yang berisiko tinggi mengalami rahim copot alias prolaps uteri? Kondisi rahim turun dilihat dari segi medis berpeluang besar dialami oleh wanita yang pernah melahirkan satu kali atau lebih dengan metode melahirkan normal, sudah mencapai usia menopause, punya riwayat keluarga prolaps uteri, dan pernah menjalani operasi panggul sebelumnya.
Gejala:
Jika prolaps uteri yang dialami masih tergolong ringan, biasanya pasien tidak akan mengalami gejala berat atau tanda-tanda yang jelas. Namun, ketika rahim sudah berpindah dan bergeser lebih jauh dari posisinya, maka kondisi ini bisa menekan organ panggul lainnya seperti kandung kemih atau usus persis seperti yang dialami oleh pasien dr Gia.
“Pas lagi kita jahit vaginanya lalu tiba-tiba kecium bau “pup”, setelah dicek ternyata usus pasien itu robek dan robeknya panjang karena kesabet sama ligamen rahim,” tambah dr Gia.
Jika prolaps uteri sudah parah maka akan menimbulkan gejala-gejala seperti panggul terasa berat, penuh, nyeri di panggul, perut, atau punggung bawah, sakit saat berhubungan seksual, jaringan rahim yang jatuh melalui lubang vagina, sulit memasukkan tampon atau aplikator lain ke dalam vagina, masalah buang air kecil meliputi kebocoran urine (inkontinensia), sering buang air kecil hingga munculnya keinginan buang air kecil yang tiba-tiba.
Gejala dapat memburuk ketika tubuh dalam posisi berdiri atau berjalan dalam waktu lama atau bahkan saat sekedar batuk dan bersin. Dalam posisi ini, gravitasi memberi tekanan ekstra pada otot panggul.
Pencegahan:
Meski melahirkan normal beberapa kali dan menopause termasuk dalam risiko yang tak bisa dihindari. Namun, tetap ada sejumlah cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko atau mencegah rahim turun bisa dilakukan yakni:
Menjaga berat badan agar tetap ideal, sehat dan berolahraga secara teratur.Rutin melakukan latihan kegel untuk memperkuat otot dasar panggul. Tidak merokok sehingga risiko batuk kronis bisa berkurang yang dapat menambah tekanan pada otot panggul. Menerapkan teknik mengangkat yang tepat saat membawa barang berat.Hindari sembelit dan jangan mengejan berlebihan saat buang air besar.Penanganan:
Terdapat dua cara dalam menangani kondisi rahim turun atau turun peranakan ini yaitu operasi bedah dan nonbedah.
•Nonbedah
1. Olahraga: Latihan khusus, yang disebut latihan kegel. Ini berfungsi membantu memperkuat otot dasar panggul. Untuk melakukan kegel, cukup kencangkan otot panggul seolah-olah sedang menahan buang air kecil lalu tahan otot tersebut selama beberapa detik baru lepaskan dan ulangi gerakan ini hingga 10 kali. Kegel disarankan dilakukan hingga empat kali sehari. Latihan mudah yang bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja.
2. Pesarium vagina: Pesarium adalah alat berbentuk donat berbahan karet atau plastik yang dipasang di sekitar atau di bawah bagian bawah rahim. Alat ini membantu menopang rahim dan menahannya agar tetap berada di tempatnya. Setelah pesarium dimasukkan dan dipasang di vagina, pesarium harus dibersihkan secara berkala dan dilepas sebelum setiap berhubungan seks.
3. Pola makan dan gaya hidup: Perubahan pola makan dan gaya hidup sangat membantu meredakan gejala seperti sembelit. Pastikan setiap hari asupan air dan serat tercukupi dengan baik, sehingga tidak sulit ketika buang air besar dan sekaligus dapat mengurangi frekuensi mengejan untuk buang air besar. Dengan gaya hidup sehat dan pola makan yang baik, berat badan yang sehat sesuai tipe tubuh bisa terjaga, sehingga akan mengurangi tekanan pada otot panggul saat berdiri atau berjalan.
• Operasi bedah
1. Histerektomi dan perbaikan prolaps: Histerektomi atau mengangkat uterus. Prosedur ini bisa dilakukan melalui sayatan di vagina (histerektomi vagina) atau melalui perut (histerektomi abdomen). Histerektomi termasuk dalam kategori operasi besar, dan patut diperhatikan ketika mantap memutuskan menjalani pengangkatan uterus artinya tidak mungkin lagi untuk hamil.
2. Perbaikan prolaps tanpa histerektomi: Prosedur ini dilakukan dengan mengembalikan uterus ke posisi normal. Suspensi uterus dapat dilakukan dengan memasang kembali ligamen panggul ke bagian bawah uterus guna menahannya di tempatnya. Operasi dapat dilakukan melalui vagina atau lewat perut, tergantung pada teknik yang digunakan oleh dokter bedah.
