Mengenal Marit yang Mencari Berkah di Upacara Labuh Sesaji Yadnya Kasada
Editor
KOMPAS.com –
Yadnya Kasada
adalah salah satu upacara adat suku Tengger yang dilakukan setiap tahun di
Gunung Bromo
.
Upacara Yadnya Kasada dilakukan setiap bulan Kasada hari ke-15 dalam penanggalan tradisional suku Tengger.
Dalam ritualnya, terdapat prosesi ngelabuh atau melempar sesaji atau ongkek ke kawah Gunung Bromo sebagai bentuk persembahan.
Sesaji yang dilempar ke dalam kawah sangat beragam, bisa berupa hasil bumi, hewan ternak, dan juga uang.
Disinilah dapat terlihat sebuah kearifan lokal, di mana para
Marit
berusaha mencari berkah dari sesaji yang dilemparkan.
Marit adalah sebutan bagi orang-orang yang sengaja mengumpulkan barang-barang atau sesaji (ongkek) yang dilabuh dengan cara dilempar ke kawah Gunung Bromo pada upacara Yadnya Kasada.
Keberadaan para Marit ini cukup mencuri perhatian karena mereka akan terlihat bersiap di bibir kawah menanti sesaji untuk dilemparkan.
Beberapa orang yang melihatnya mungkin akan merasa ngeri, karena para Marit ini berpijak di dinding kawah yang miring dan terjal seperti tengah menantang maut.
Terlebih ketika sesaji mulai dilempar, para Marit akan mulai berlarian untuk mengambil atau menangkapnya seperti tanpa rasa takut.
Bahkan ada juga Marit yang sengaja membawa jaring yang dipasang pada tongkat atau bambu yang panjang sebagai alat bantu.
Para Marit yang berasal dari sekitar wilayah Bromo biasanya sudah datang sejak sehari sebelum acara dilaksanakan.
Mereka akan bermalam dengan membuat tenda darurat di dekat bibir kawah, di dekat beton pembatas yang sudah dipasang oleh petugas.
Setelah upacara ngelabuh dilakukan, para Marit juga masih terlihat hingga siang hari untuk mengais sesaji yang bisa dibawa pulang.
Selain menangkap sesaji yang dilempar ke kawah, para Marit ini juga ada yang mengais rezeki di pelataran Astana yang berada tepat sebelum anak tangga menuju kawah Gunung Bromo.
Hal ini karena ada beberapa warga suku Tengger yang menyuguhkan sesaji di Astana, sehingga ada juga Marit yang berburu rezeki di sana.
Meski aksi Marit saat mengambil sesaji di tepi kawah terlihat berbahaya, namun ternyata di balik itu mereka memegang keyakinan bahwa ada yang melindunginya.
Dikutip dari laman Pemkab Probolinggo, sebagian besar dari Marit percaya dan yakin bahwa mereka mendapatkan perlindungan dari Sang Hyang Widhi dan para leluhurnya.
Sehingga tidak heran jika para Marit tetap berani dan tak bergeming walaupun dalam kondisi hujan bahkan erupsi sekalipun.
Hal ini seperti diungkap salah satu Marit, Agus Sugianto yang berasal dari Pasuruan.
“Ndak pernah takut jatuh atau celaka, karena kami yakin dijaga oleh Mbah Bromo. Karena sebelumnya kami juga selalu meminta ijin terlebih dahulu untuk mencari rezeki yang halal dan barokah di sekitar kawah Bromo,” ungkapnya.
Saat itu, ia sudah tujuh tahun menjalani profesi sebagai Marit pada setiap Yadnya Kasada.
Selama itu pula Agus mengaku tidak pernah tergelincir atau terjatuh yang kemudian dapat mencelakainya.
Dikutip dari SuryaMalang.com, sebenarnya ada beberapa aturan yang harus dipatuhi Marit pada saat mengambil sesaji di kawah Gunung Bromo.
Yang pertama, sesaji yang dilempar peserta upacara harus menyentuh tanah dulu sebelum bisa diambil.
Berikutnya, Marit tidak boleh berebut atau meminta sesaji kepada peserta upacara sebelum prosesi larung.
Aktivitas para Marit ini memang seperti telah menjadi kearifan lokal yang ditemukan pada upacara Yadnya Kasada.
Dilansir dari Antara (17/06/2022), Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Probolinggo, Bambang Suprapto menjelaskan bahwa keberadaan Marit memang sangat lekat dengan Yadnya Kasada yang dilakukan masyarakat Tengger di Gunung Bromo.
“Marit sudah ada seiring dengan adanya ritual Yadnya Kasada karena masyarakat Tengger secara turun temurun juga meyakini setiap sesaji yang sudah dilabuh itu juga memiliki berkah tersendiri, terlebih lagi yang berupa hasil bumi,” katanya.
Beberapa hasil bumi yang didapat oleh Marit memang kemudian ditanam kembali di ladang dengan kepercayaan bahwa hasil panennya akan lebih baik dari tahun sebelumnya.
Hal ini sesuai keyakinan warga suku Tengger, bahwa keberkahan dari japa mantra yang sebelumnya dibacakan oleh para Rama dukun sebelum sesaji di labuh di kawah Gunung Bromo salah satunya adalah pengharapannya atas kesuburan bumi.
Lebih lanjut, menurut Bambang halyang dilakukan Marit bukanlah usaha untuk mencari keuntungan dengan mengumpulkan sesaji sebanyak-banyaknya.
Menurutnya sesaji yang didapat Marit bukan untuk dimakan atau dijual, melainkan untuk dikembangkan lagi.
Terkait aktivitas Marit pada upacara Yadnya Kasada, Bambang juga memberikan sedikit himbauan.
Salah satunya adalah agar Marit menjaga etika karena seharusnya labuh sesaji itu baru boleh diambil ketika sudah menyentuh tanah.
Sehingga sesaji yang dilempar oleh peserta upacara tidak direbut dan dipaksakan, apalagi sampai harus membuat alat berupa jaring tangkap dan sebagainya.
Bambang juga menjelaskan bahwa himbauan ini sebenarnya sudah sering disampaikan atau diinformasikan, hanya saja beberapa orang seperti tidak menghiraukan.
Walau begitu Bambang tetap berharap bahwa keberadaan Marit ini menjadi penanda berkahnya perayaan Yadnya Kasada.
Sumber:
kemenparekraf.go.id
repositori.kemdikbud.go.id
referensi.data.kemdikbud.go.id
probolinggokab.go.id
suryamalang.tribunnews.com
jatim.tribunnews.com
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.