Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Mengenal Child Grooming yang Beda dari Pedofilia, Sama-sama Berbahaya Tetapi Dampaknya Beda

Mengenal Child Grooming yang Beda dari Pedofilia, Sama-sama Berbahaya Tetapi Dampaknya Beda

TRIBUNJATIM.COM – Ternyata jika anda pernah mendengar istilah ‘Child Grooming’ definisinya tampak berbeda dari ‘Pedofilia’.

Kedua istilah ini tidaklah sama, bahkan memiliki dampak dan perilaku pelaku yang berbeda-beda.

Psikolog klinis Universitas Indonesia, Kasandra A. Putranto, menegaskan bahwa child grooming dan pedofilia adalah dua hal yang berbeda, tetapi keduanya sama-sama berbahaya dan perlu diwaspadai.

“Kasus pelecehan dan eksploitasi anak semakin marak. Kasus yang terbukti terjadi di berbagai tempat, mulai dari rumah, sekolah, tempat kerja, hingga tempat ibadah, menunjukkan perlunya perhatian serius dari masyarakat dan pemerintah,” kata Kasandra, seperti dikutip TribunJatim.com dari Kompas.com, Minggu (16/3/2025).

Kasandra menjelaskan, child grooming adalah proses yang dilakukan pelaku, biasanya orang dewasa, untuk membangun hubungan emosional dengan anak demi mengeksploitasi mereka secara seksual.

MURID NGAJI DILECEHKAN – Aksi pelecehan guru ngaji terhadap muridnya terjadi di Wonosobo, Jawa Tengah, Minggu (26/1/2025) (Generated by AI)

Proses ini sering melibatkan manipulasi, tipu daya, dan penguasaan.

Pelaku berupaya mendapatkan kepercayaan anak dan orang tua mereka sebelum akhirnya melakukan pelecehan.

Mereka bisa melakukannya secara langsung maupun melalui media sosial dan platform online.

“Tujuan utama pelaku melakukan child grooming adalah untuk mengeksploitasi anak-anak,” ujarnya.

Sementara itu, pedofilia adalah kondisi psikologis yang ditandai dengan ketertarikan seksual yang berkelanjutan terhadap anak-anak yang belum mencapai usia pubertas.

Meski demikian, tidak semua pelaku pelecehan atau kekerasan seksual terhadap anak adalah pedofil.

“Beberapa pelaku tidak memiliki ketertarikan seksual yang berkelanjutan terhadap anak, tetapi melakukan pelecehan karena alasan lain, seperti kekuasaan atau kontrol,” kata Kasandra.

Menurutnya, setiap kasus yang berkaitan dengan child grooming maupun pedofilia harus diproses berdasarkan bukti yang valid melalui jalur hukum, bukan hanya berdasarkan opini sepihak.

Selain itu, kesadaran masyarakat, pendidikan, serta perlindungan hukum juga perlu ditingkatkan untuk mencegah tindakan yang merugikan anak-anak.

Kasandra menyoroti semakin banyaknya kasus pelecehan seksual terhadap anak, seperti kasus yang menjerat Kapolres Ngada Polda NTT.

Ia menilai bahwa pemerintah perlu mengambil langkah konkret untuk melindungi anak dari pelaku child grooming dan pedofilia.

Langkah-langkah tersebut meliputi:

-Penguatan regulasi dengan sanksi yang lebih tegas bagi pelaku.
-Peningkatan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai bahaya child grooming.
-Penegakan hukum yang lebih ketat terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
-Perkuatan undang-undang yang melindungi anak dari kekerasan dan eksploitasi.

“Pemerintah juga perlu mengadakan program sosialisasi, seperti seminar dan workshop, agar orang tua dan anak lebih memahami cara melindungi diri dari ancaman ini,” tambahnya.

Lebih lanjut, Kasandra menyarankan agar pemerintah bekerja sama dengan organisasi non-pemerintah dalam menciptakan program perlindungan anak.

Ia juga menilai pentingnya keterlibatan sektor swasta dalam kampanye kesadaran dan perlindungan anak.

Sebagai bentuk perlindungan hukum bagi korban, pemerintah juga disarankan untuk menyediakan layanan hukum bagi anak-anak yang menjadi korban kejahatan seksual.

KASUS PENCABULAN KAPOLRES – Sosok eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman yang diduga mencabuli tiga orang anak di bawah umur di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan videonya disebar ke situs porno Australia. Kini terungkap bahwa ia bayar Rp 3 juta untuk tidur dengan anak 6 tahun. (YouTube Kompas TV)

Akses terhadap keadilan bagi korban dan keluarga mereka juga harus dipastikan.

Tak hanya itu, diperlukan layanan rehabilitasi yang memberikan dukungan psikologis bagi anak-anak yang mengalami trauma.

Program pemulihan yang berfokus pada kebutuhan emosional dan psikologis anak juga harus dikembangkan.

“Upaya ini penting agar anak-anak yang menjadi korban bisa pulih dan kembali menjalani kehidupan dengan baik,” tutup Kasandra.

Belakangan sebuah kasus yang menimpa institusi kepolisian kembali ramai diperbincangkan.

AKBP Fajar Widyadharma Lukman ditangkap aparat Propam Mabes Polri terkait dugaan penggunaan narkoba dan pencabulan anak di bawah umur pada Kamis, 20 Februari 2025.

Kapolres Ngada nonaktif ini ditangkap atas dugaan kasus penyalahgunaan narkoba hingga tindakan asusila kepada anak di bawah umur.

Namun lebih dari 10 hari sejak penangkapannya, polisi tidak membuka kasus ini ke publik.

Kronologi dan motifnya juga belum disampaikan secara jelas.

Meski demikian, kini dosa-dosa AKBP Fajar Widyadharma Lukman perlahan mulai terungkap.

AKBP Fajar telah dinyatakan positif mengkonsumsi narkoba jenis sabu.

Ia menjalani tes urine terkait kasus dugaan narkotika.

Hasilnya, AKBP Fajar dinyatakan positif menggunakan sabu-sabu.

“Hasil tes urine positif SS (sabu-sabu),” kata Kabid Humas Polda Nusa Tenggara Timur (NTT), Kombes Henry Novika, kepada wartawan, Selasa (4/3/2025).

Henry tidak menjelaskan lebih lanjut pemeriksaan yang bersangkutan di Propam Polri.

Komisioner Kompolnas Choirul Anam sebelumnya mendorong Kapolres Ngada yang diduga terjerat kasus dugaan narkotika dan asusila, agar segera diproses pidana.

“Kami berharap kasus ini langsung lanjut secara simultan ke pidana, satu soal narkobanya dicek, apakah betul atau tidak,” katanya kepada wartawan, Selasa (4/3/2025).

Dirtipid Narkoba Bareskrim Polri, Brigjen Pol Mukti Juharsa juga telah memastikan, AKBP Fajar bakal ditindak tegas bahkan dipecat dari institusi Polri.

“Pokoknya setiap pelaku oknum anggota yang terlibat narkoba tindak tegas,” kata Brigjen Mukti Juharsa kepada wartawan di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu (5/3/2025).

Kapolres Ngada AKBP Fajar diduga terlibat narkoba dan kekerasan seksual anak di bawah umur (Dok Polres Ngada NTT)

Selain mengkonsumsi narkoba, AKBP Fajar juga diduga melakukan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Terungkap ia diduga telah melakukan kekerasan seksual terhadap tiga anak di bawah umur, paling kecil usia tiga tahun.

Ada tiga orang anak di bawah umur yang diduga menjadi korban pencabulan AKBP Fajar.

Ketiga korban tersebut berusia 3 tahun, 12 tahun, dan 14 tahun.

Hal ini disampaikan oleh Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Kupang, Imelda Manafe.

Imelda Manafe menyampaikan bahwa korban yang berusia tiga tahun dalam bimbingan orang tua.

“Korban 12 tahun itu kini dalam pendampingan kami,” kata Imelda, Senin (10/3/2025), seperti dikutip dari Pos Kupang.

Sementara itu, korban berusia 14 tahun belum dapat ditemui.

Bahkan AKBP Fajar diduga juga merekam video pelecehan seksual dan mengunggahnya di situs dewasa Australia.

Temuan ini bermula dari laporan pihak berwajib Australia yang menemukan ada video asusila yang diunggah dari Kota Kupang.

“Kejadiannya pertengahan tahun lalu (2024),” ungkap Imelda Manafe.

Pihak Australia lantas melaporkan kejadian tersebut kepada Mabes Polri.

Tim Mabes Polri lantas melakukan penyelidikan.

Hingga akhirnya AKBP Fajar ditangkap pada 20 Februari 2025.

Berita viral lainnya

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Merangkum Semua Peristiwa