TRIBUNNEWS.COM – Sekretaris pers Gedung Putih Karoline Leavitt mengungkapkan alasan mengapa Rusia, Belarus, Kuba, dan Korea Utara tidak masuk dalam daftar tarif baru yang ditetapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.
Karoline Leavitt mengatakan alasan pengecualian Rusia adalah karena sanksi ekonomi yang dijatuhkan kepada negara tersebut setelah invasinya ke Ukraina pada tahun 2022 sudah menghalangi perdagangan antara AS dan Rusia.
Perdagangan tahunan AS-Rusia telah berkurang menjadi hanya $3,5 miliar per tahun sejak sanksi tersebut berlaku.
“Kuba, Korea Utara dan sekutu utama Rusia, Belarus, tidak dimasukkan dalam daftar tarif baru Trump karena alasan yang sama,” kata Leavitt kepada Axios, Kamis (3/4/2025).
Namun, Iran dan Suriah, yang juga menghadapi embargo dan sanksi berat, dikenakan tarif tambahan masing-masing sebesar 10 dan 40 persen, seperti diberitakan Newsweek.
Rusia, yang berada di bawah lebih dari 28.595 sanksi Barat yang berbeda, telah mengklasifikasikan data perdagangan sejak dimulainya perang.
Impor barang AS dari Rusia berjumlah $3,0 miliar pada tahun 2024, turun 34,2 persen dari tahun 2023, menurut kantor Perwakilan Dagang AS.
Namun, bagi Rusia, risiko terbesar adalah potensi perlambatan permintaan global akibat perang tarif yang lebih luas dan dapat memengaruhi harga minyak, seperti diberitakan NBC.
Bank sentral Rusia memperingatkan para pejabat awal tahun ini bahwa Amerika Serikat dan OPEC memiliki kapasitas untuk membanjiri pasar minyak dan menyebabkan terulangnya kejatuhan harga berkepanjangan tahun 1980-an yang menyebabkan jatuhnya Uni Soviet.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif pada sekutu dan musuh termasuk Eropa, India, Jepang dan China.
Sedangkan beberapa negara yang paling banyak dikenai sanksi di dunia – Rusia, Belarus, Kuba dan Korea Utara – mendapatkan perlakuan hukuman khusus.
Saat dunia dilanda perang dagang, Trump mengenakan tarif sebesar 10 persen pada sebagian besar barang yang diimpor ke Amerika Serikat.
China, pemasok barang terbesar ke AS, kini menghadapi tarif sebesar 54 persen pada semua ekspor ke konsumen terbesar di dunia.
“Dalam menghadapi perang ekonomi yang tiada henti, Amerika Serikat tidak dapat lagi melanjutkan kebijakan penyerahan ekonomi sepihak,” kata Trump saat menyampaikan tarif pada hari Rabu (2/4/2025).
Setelah Trump mengumumkan tarif baru, pasar saham di seluruh dunia anjlok pada hari Kamis.
Sementara itu, para pemimpin negara lain kecewa dengan keputusan Donald Trump, termasuk negara anggota Uni Eropa yang kini menyiapkan pembalasan.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)