Mengapa Putar Suara Alam dan Kicauan Burung Juga Kena Royalti di Kafe dan Restoran? Megapolitan 5 Agustus 2025

Mengapa Putar Suara Alam dan Kicauan Burung Juga Kena Royalti di Kafe dan Restoran?
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        5 Agustus 2025

Mengapa Putar Suara Alam dan Kicauan Burung Juga Kena Royalti di Kafe dan Restoran?
Penulis

KOMPAS.com –
Upaya sejumlah pelaku usaha kuliner seperti kafe dan restoran untuk menghindari pembayaran royalti musik dengan memutar suara alam atau kicauan burung ternyata bukan solusi sah menurut hukum.
Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Dharma Oratmangun, menegaskan bahwa rekaman suara apapun, termasuk suara burung, gemericik air, atau suara alam lainnya, tetap dilindungi hak terkait, dan oleh karena itu, tetap dikenai kewajiban royalti.
“Putar lagu rekaman suara burung, suara apa pun, produser yang merekam itu punya hak terhadap rekaman fonogram tersebut, jadi tetap harus dibayar,” kata Dharma kepada
Kompas.com
, Senin (4/7/2025).
Ia menjelaskan, meskipun suara tersebut bukan musik yang diciptakan oleh komposer, namun jika bentuknya adalah rekaman fonogram, yang diproduksi oleh seseorang atau perusahaan, maka tetap masuk ke dalam ruang lingkup perlindungan hak terkait, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Hak terkait mencakup hak produser rekaman suara (fonogram) dan pelaku pertunjukan atas pemanfaatan hasil karya mereka.
Itu artinya, ketika pelaku usaha memutar rekaman suara, termasuk rekaman alam, mereka wajib menghormati hak produser yang menciptakan rekaman tersebut.
“Ada hak terkait di situ, ada produser yang merekam,” ujar Dharma menegaskan.
Dharma juga menyayangkan adanya narasi menyesatkan yang dibangun sebagian pelaku usaha seolah-olah pemutaran suara alam adalah solusi legal untuk menghindari royalti.
“Jangan bangun narasi mau putar rekaman suara burung, suara alam, seolah-olah itu solusi,” tambahnya.
Mengacu pada Keputusan Menkumham HKI.02/2016, berikut contoh tarif royalti untuk bidang usaha jasa kuliner bermusik:
Pembayaran dilakukan minimal sekali dalam setahun, dan pelaku usaha bisa mengurus perizinan secara daring melalui situs resmi LMKN.
Tarif ini berlaku untuk seluruh bentuk pemanfaatan musik dan rekaman suara di ruang usaha, mulai dari speaker internal, pertunjukan live music, hingga pemutaran rekaman digital.
Dharma menegaskan bahwa penarikan royalti bukan untuk menyulitkan pengusaha, melainkan sebagai bentuk penghormatan terhadap kerja kreatif pencipta dan produser.
Fenomena “menyiasati” royalti ini juga terlihat di sejumlah kafe di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.
Salah satu karyawan kafe menyebut, pihak manajemen kini hanya memutar lagu-lagu barat dan musik instrumental sebagai bentuk penyesuaian.
“Jadi, udah mengikuti aturan di sini, cuma gantinya pakai lagu-lagu barat,” kata Ririn (nama disamarkan) saat diwawancarai
Kompas.com
, Minggu (3/8/2025).
Namun, Dharma menegaskan bahwa musik dari luar negeri pun tetap wajib dibayar royalti.
LMKN telah menjalin kerja sama dengan organisasi hak cipta internasional dan Indonesia juga berkewajiban membayar royalti lintas negara.
“Harus bayar juga kalau pakai lagu luar negeri. Kita terikat perjanjian internasional,” ujarnya.
Sementara itu, ada pula restoran yang memilih tidak memutar musik sama sekali untuk menghindari risiko pelanggaran.
“Udah enggak pernah nyetel lagi, dari awal udah enggak boleh. Jadi, benar-benar anyep,” kata Gusti, karyawan restoran mie lainnya.
Menanggapi fenomena ini, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham mengingatkan bahwa layanan musik digital seperti Spotify, YouTube Premium, atau Apple Music tidak serta merta memberikan izin komersial.
“Layanan streaming bersifat personal. Ketika musik diperdengarkan kepada publik di ruang usaha, itu sudah masuk kategori penggunaan komersial,” kata Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI, Agung Damarsasongko, Senin (28/7/2025).
Dengan demikian, pemanfaatan musik di ruang usaha tetap harus melalui lisensi tambahan melalui LMKN, yang berwenang menghimpun dan mendistribusikan royalti secara kolektif.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.