TRIBUNNEWS.COM – Amerika Serikat (AS) mengerahkan banyak pesawat pengebom siluman B-2 di pangkalan militer di Pulau Diego Garcia, Samudra India.
Pesawat B-2 berkemampuan nuklir itu dikerahkan di tengah memanasnya hubungan AS dengan Iran karena program nuklir Iran.
Awal Maret kemarin Presiden AS Donald Trump secara diam-diam mengirimkan sepucuk surat kepada rezim Iran untuk mengundangnya ke meja perundingan.
Trump mengaku menginginkan solusi diplomatik. Dia mengatakan Iran tidak boleh memiliki senjata nuklir.
“Alternatif lainnya ialah kalian harus melakukan sesuatu [tindakan militer],” kata Trump dikutip dari All Israel News.
“Kita sampai pada tahap akhir dengan Iran. Kita sampai pada momen-momen terakhir. Kita tidak bisa membiarkan mereka memiliki senjata nuklir. Sesuatu akan segera terjadi. Saya menginginkan perjanjian damai ketimbang opsi lain, tetapi opsi lain akan menyelesaikan masalah itu.”
Adapun beberapa hari belakangan muncul tanda-tanda bahwa AS dan Israel sedang menyiapkan serangan besar terhadap program nuklir Iran.
Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth memperpanjang pengerahan kapal induk USS Harry S. Truman di Timur Tengah dan memanggil satu kapal induk lainnya, USS Carl Vinson, ke Timur Tengah.
Di samping itu, dia dilaporkan meminta tambahan jet tempur dan skuadron pesawat pengebom ke kawasan yang tengah bergejolak itu.
PESAWAT SILUMAN (ARSIP) – WASHINGTON, DC – JULY 04: Northrop B-2 Spirit, atau Stealth bomber melakukan penerbangan di dekat Gedung Putih pada 04 Juli 2020 di Washington, DC. Presiden AS Donald Trump mengadakan perayaan “Salute to America” ??yang mencakup penerbangan dengan pesawat militer dan pertunjukan kembang api besar. (WIN MCNAMEE / GETTY IMAGES NORTH AMERICA / GETTY IMAGES VIA AFP)
Lalu, mengapa AS membutuhkan pesawat B-2 seandainya nanti benar-benar menyerang Iran?
B-2 dibutuhkan karena pesawat itu disebut sebagai satu-satunya pesawat yang bisa membawa bom GBU-57. Bom tersebut adalah salah satu dari sejumlah bom yang bisa menghancurkan fasilitas nuklir Iran di Natanz dan Fordow.
GBU-57 memiliki berat 12,3 ton dan dijuluki “Massive Ordnance Penetrator”. Bom sebesar itu mampu menghancurkan fasilitas nuklir bahwa tanah.
Dikutip dari Associated Press, B-2 juga pernah digunakan untuk menyerang kelompok Houthi di Yaman yang dibekingi Iran.
B-2 bisa terbang sejauh 6.000 mil laut atau 11.112 kilometer tanpa harus mengisi ulang bahan bakarnya. Adapun ketinggian terbang maksimalnya mencapai 50.000 kaki atau 15.240 meter.
Satu unit B-2 diperkirakan bernilai $1,1 miliar atau sekitar Rp18,2 triliun.
Saat ini setidaknya ada enam B-2 yang dikerahkan di Diego Garcia yang berada di selatan India. Jumlah itu mencapai hampir sepertiga B-2 yang dimiliki AS.
CNN melaporkan foto-foto dari satelit memperlihatkan beberapa B-2 diparkir di Diego Garcia. Ada pula foto tempat perlindungan yang mungkin digunakan untuk menyembunyikan B-2.
Kapal tanker dan pesawat kargo juga terdapat di pangkalan udara yang berjarak 3.900 km dari pantai selatan Iran itu.
Juru bicara Kementerian Pertahanan AS Sean Parnell mengonfirmasi bahwa pihaknya memang mengirim pesawat tambahan untuk memperkuat pertahanan AS di sana.
“AS dan rekan-rekannya tetap berkomitmen terhadap keamanan regional dan siap merespons negara atau pihak nonnegara yang ingin memperbesar atau meningkatkan konflik di kawasan ini,” ujar Parnell.
Sementara itu, seorang analis militer bernama Cedric Leighton berkata pengerahan B-2 yang canggih itu merupakan sinyal yang dikirim AS kepada musuh-musuhnya.
“Pengiriman B-2 ini jelas dilakukan untuk mengirimkan pesan, mungkin beberapa pesan, kepada Iran,” kata Leighton.
“Salah satu pesan itu mungkin peringatan agar Iran berhenti membantu Houthi di Yaman.”
“Pesan lainnya dari pemerintahan Trump yang mungkin dikirim kepada Iran ialah bahwa AS menginginkan perjanjian nuklir baru, dan jika Iran tidak memulai berunding dengan AS, konsekuensinya mungkin penghancuran program nuklir Iran.”
