Jakarta, 29 Oktober 2024 – PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) membukukan kinerja solid dan sustain dengan laba mencapai Rp5,11 triliun atau tumbuh 21,60 persen. Laba BSI Tumbuh diatas rata-rata industri perbankan nasional. Foto diri-kanan: Paparan disampaikan oleh Direktur Compliance and Human Capital BSI Tribuana Tunggadewi, Wakil Direktur Utama BSI Bob T.Ananta, Direktur Utama BSI Hery Gunardi (tengah), Direktur Risk Management BSI Grandhis H. Harumansyah, Direktur Sales & Distribution BSI Anton Sukarna, dan Direktur Information Technology BSI Saladin D. Effendi di Kantor Pusat BSI, Gedung The Tower Jakarta. (ANTARA/Humas BSI)
Memperkuat ketahanan perbankan syariah
Dalam Negeri
Calista Aziza
Rabu, 30 Oktober 2024 – 09:25 WIB
Elshinta.com – Penguatan permodalan dan aset perbankan syariah menjadi satu langkah penting dalam memperkokoh ketahanan dan memperluas peran perbankan syariah dalam ekosistem keuangan nasional.
Dengan permodalan dan aset yang kuat, perbankan syariah dapat meningkatkan penyaluran pembiayaan, antara lain, terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), industri halal, sektor berkelanjutan, serta mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals).
Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada 2021, Indonesia membutuhkan anggaran Rp67 ribu triliun untuk pendanaan mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan hingga 2030, sementara terdapat selisih keperluan pembiayaan sekitar Rp14 ribu triliun.
Namun, skala usaha industri perbankan syariah nasional saat ini masih relatif kecil sehingga kurang kompetitif di industri perbankan nasional. Dari total 13 bank umum syariah (BUS) dan 20 unit usaha syariah (UUS) yang beroperasi di Indonesia, 11 BUS dan 17 UUS masih berada pada kelas aset di bawah Rp40 triliun dan hanya ada dua BUS dan tiga UUS memiliki aset di atas Rp40 triliun.
Di tengah dorongan terhadap peningkatan aset, beberapa BUS dan UUS sebenarnya mempunyai induk dengan kapasitas aset yang cukup besar. Oleh karenanya, dukungan optimal dari bank induk maupun pemegang saham pengendali (PSP) cukup besar dalam mendorong pengembangan anak usaha syariah agar lebih kompetitif dan mampu bersaing di industri perbankan nasional.
Guna mendukung pengembangan perbankan syariah, penguatan struktur dan ketahanan industri perbankan syariah perlu dilakukan untuk memastikan kapasitas perbankan syariah yang lebih besar dengan modal dan aset yang lebih tinggi. Hal ini dapat diwujudkan melalui strategi antara lain konsolidasi bank syariah, penguatan unit usaha syariah (UUS) melalui kebijakan spin-off, dan peningkatan efisiensi perbankan syariah melalui sinergi dengan induk.
Konsolidasi bank syariah dapat dilaksanakan, antara lain, melalui pemenuhan modal inti, merger, akuisisi, dan membentuk kelompok usaha bank (KUB) terintegrasi. Upaya tersebut bertujuan untuk meningkatkan efisiensi operasional, memperbesar kekuatan finansial, dan meningkatkan kapasitas layanan sehingga dapat memperkuat daya saing perbankan syariah.
Merujuk pada Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah Indonesia (RP3SI) 2023–2027 yang diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), konsolidasi memiliki tujuan untuk menciptakan entitas perbankan syariah yang lebih efisien dari sisi jumlah dan memiliki kapasitas yang lebih memadai, baik dari sisi modal, teknologi, dan ekspansi pembiayaan.
Konsolidasi perbankan syariah merupakan bagian dari upaya kolektif OJK untuk memperkuat ekosistem perbankan syariah. OJK mendorong konsolidasi BUS maupun bank perekonomian rakyat syariah (BPRS) dengan fokus pada integrasi rencana bisnis, evaluasi berkala, dan komunikasi intensif dengan pemangku kepentingan terkait.
Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, konsolidasi memungkinkan bank syariah untuk menciptakan sinergi, mengoptimalkan sumber daya, dan memperkuat posisi pasar mereka.
Upaya itu akan memperkokoh fondasi bank syariah untuk bersaing dalam lingkungan ekonomi yang dinamis, menjawab tuntutan pasar yang semakin kompleks, dan juga memberikan layanan dan produk yang lebih inovatif serta beragam kepada masyarakat atau konsumen.
Melalui strategi tersebut, diharapkan dapat tercipta bank umum syariah dengan aset berskala besar dan bank perekonomian rakyat syariah yang tangguh.
Dengan demikian, ke depan bank syariah dapat bersaing secara nasional, memberikan kontribusi lebih pada pertumbuhan industri perbankan syariah, dan menciptakan fondasi yang kokoh bagi stabilitas sektor keuangan syariah di Indonesia.
Kebijakan spin-off
Pengembangan perbankan syariah yang tangguh tentu tak lepas dari upaya penguatan unit usaha syariah, yang dapat dilakukan melalui kebijakan spin-off. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) untuk mengakselerasi pengembangan dan penguatan sektor perbankan syariah di Indonesia.
Spin-off merupakan proses pemisahan unit usaha dari perusahaan induk untuk berdiri menjadi entitas atau perusahaan yang mandiri.
Kebijakan spin-off dapat mendorong UUS untuk melakukan berbagai pengembangan, penyesuaian dalam prosedur dan proses bisnis demi penguatan dari aspek kelembagaan, dalam rangka menciptakan industri perbankan syariah nasional yang stabil dan berdaya saing sehingga mampu merespons tantangan terhadap perkembangan industri perbankan yang semakin dinamis dan kompleks.
Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah, bank umum konvensional (BUK) yang memiliki unit usaha syariah dengan nilai aset mencapai 50 persen dari total nilai aset BUK induknya atau minimal Rp50 triliun wajib melakukan pemisahan UUS.
Langkah tersebut dapat dilakukan dengan mendirikan bank umum syariah baru atau mengalihkan hak serta kewajiban UUS kepada bank umum syariah yang sudah ada.
Tentunya, komunikasi aktif antarpemangku kepentingan disertai koordinasi yang erat dengan otoritas terkait menjadi bagian penting dari pelaksanaan upaya tersebut, terutama bagi UUS Bank Pembangunan Daerah (BPD).
Dengan begitu, proses pemisahan dapat berjalan dengan baik sehingga terbentuk BUS hasil spin-off yang tangguh dan berdaya saing, sekaligus memastikan semua UUS memenuhi persyaratan dana usaha minimal sebesar Rp1 triliun sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Selain kebijakan spin-off, Peraturan OJK tentang UUS juga mendorong semangat pengembangan UUS dengan melibatkan peran strategis dari BUK induknya. BUK yang memiliki UUS didorong untuk serius dalam mengakselerasi pertumbuhan UUS yang signifikan dengan tetap menjaga prinsip kehati-hatian.
Melalui peran BUK induk, diharapkan UUS existing dapat tumbuh lebih signifikan sehingga dalam jangka panjang dapat lebih siap untuk bersaing di industri perbankan nasional.
Menurut ekonom Josua Pardede, dengan meningkatnya ukuran dan kapasitas bank syariah atau unit usaha syariah, sektor ini dapat lebih mampu bersaing dengan bank konvensional di pasar domestik maupun global.
Bank syariah ke depan dapat meningkatkan kontribusi terhadap perekonomian nasional, dengan mendorong pembiayaan sektor riil, terutama pada sektor-sektor strategis seperti infrastruktur, manufaktur, dan UMKM sehingga bank syariah dapat menjadi katalis utama dalam pengembangan ekonomi.
Sinergi
Lebih lanjut, penguatan ketahanan perbankan syariah juga perlu didukung dengan sinergi perbankan, yakni kerja sama antarbank yang tergabung dalam kelompok usaha bank, dengan PSP berupa bank, atau terhadap lembaga jasa keuangan nonbank sebagai perusahaan anak.
Sinergi tersebut ditujukan untuk mencapai efisiensi dan optimalisasi sumber daya melalui dukungan serta memberikan nilai tambah dalam menunjang pelaksanaan aktivitas bisnis, layanan, dan operasional para pihak yang melaksanakan kerja sama, sebagaimana ditekankan dalam RP3SI 2023–2027.
Dalam mengoptimalkan sinergi antarbank syariah dan integrasi layanan bank induk, langkah awal yang perlu dilaksanakan adalah melakukan evaluasi mendalam terhadap implementasi sinergi perbankan syariah untuk mengidentifikasi permasalahan yang dapat menghambat optimalisasi sinergi.
Pada saat yang bersamaan, dibutuhkan upaya untuk mendorong standardisasi layanan bank syariah melalui sinergi dengan bank induk, dengan tujuan meningkatkan kapasitas dan daya saing bank syariah.
Dalam hal ini, realisasi aktivitas bisnis, layanan, dan operasional, termasuk sarana dan prasarana yang disinergikan dengan bank induk perlu dimonitor secara berkala.
Selanjutnya untuk mengukur peningkatan layanan perbankan syariah melalui sinergi perbankan, survei untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang tingkat kualitas pelayanan yang dapat diberikan kepada nasabah, juga perlu dilakukan.
Dengan demikian, diharapkan dapat tercapai penambahan jumlah aktivitas bisnis, layanan, dan operasional sinergi perbankan, efisiensi dalam operasional BUS, serta peningkatan kualitas layanan yang lebih terstandardisasi.
Pengembangan dan penguatan perbankan syariah ke depan menjadi salah satu modal penting dalam memperkokoh ketahanan sektor ekonomi dan keuangan nasional. Sinergi antarbank dan antarpemangku kepentingan menjadi kunci penting dalam menciptakan industri perbankan syariah yang lebih tangguh dan berkelanjutan serta berkontribusi lebih bagi perekonomian bangsa.
Sumber : Antara