Memahami Pesan Keperempuanan dalam Teater Sinema ‘Selamat Pagi Donna’

Memahami Pesan Keperempuanan dalam Teater Sinema ‘Selamat Pagi Donna’

Liputan6.com, Jakarta – Luka kehidupan sering harus disembunyikan. Pun bencana banjir akibat ketidakmampuan mengelola alam.

Sebuah renungan untuk memaknai kesia-siaan menjadi sebuah kebahagiaan mencoba ditampilkan oleh Teater Srikandi Pendopo nDalem melalui sinema teater bertajuk “Selamat Pagi Donna”. Naskah sinema teater ini adalah karya Ina Sita Nur’aina dan disutradarai Inung Nuramin.

Menurut Mahmoud Elqadrie, Stage Manager dan Desain Produksi, pementasan akan digelar Rabu, 10 Desember 2025 mulai pukul 19.00 WIB di Sociëtet Militair, Taman Budaya Yogyakarta.

“Lakon ini menggali tema elegi kemanusiaan, di mana manusia sebagai subjek dan objek takdir harus bergulat dengan duka yang tak terhindarkan,” kata Mahmoud.

Apa yang disampaikan Mahmoud linear dengan yang pernah diungkapkan oleh filsuf Friedrich Nietzsche. Saat itu Nietzsche mengatakan bahwa sesuatu yang tidak membunuhmu akan membuatmu lebih kuat.

Cerita “Selamat Pagi Donna” berpusat pada sosok Donna, seorang perempuan yang terjerat dalam lingkaran kemiskinan dan kekerasan. Sejak kecil, ia menjadi korban asusila Muryoto ayah kandungnya. Muryoto adalah seorang tukang becak yang dimainkan oleh Daniel Godan.

Tragedi asusila ini tidak hanya merenggut masa depan Donna, tapi juga nyawa ibunya, Surti (Ningsih Maharani), yang tak kuat menghadapi cibiran masyarakat. Didorong oleh keputusasaan, Donna memilih jalan sebagai pekerja seks di sebuah rumah bordil yang dikelola Mami, seorang mucikari yang diperankan BRAy Irianiparamastuti.

Saat ayahnya terus mengganggu, akhirnya Donna bertekad membunuhnya sebagai bentuk pembalasan atas kehancuran yang ditimbulkan. Pembunuhan itulah yang mengharuskan Donna mendekam di penjara.

Setelah menjalani hukuman penjara, Donna kembali ke rumah bordil dan naik pangkat menjadi mucikari. Ia bahkan menyediakan perawatan kesehatan bagi para pekerja. Saat itulah ia bertemu seorang dokter (Wahyu Widodo), yang menjadi mitra kerja sekaligus benih cinta.

Menurut Mahmoud, ending cerita dibuat terbuka untuk memberi renungan kepada penonton.

“Ada pesan, benarkah penebusan mungkin terjadi di tengah absurditas kehidupan?” kata Mahmoud.

Menyimak jalan ceritanya, mengingatkan pada pemikiran Albert Camus dalam “The Myth of Sisyphus”. Penonton bisa membayangkan Sisyphus yang ternyata bahagia meski terus mendorong batu dengan sia-sia. Kesia-siaan mendorong batu ke atas untuk kemudian menggelundungkan ke bawah adalah sebuah metafor atas perjuangan Donna yang tak henti melawan nasib buruk. Saat ia menikmati kesia-siaan ini, ia justru menemukan kebebasan dalam pemberontakan terhadap penderitaannya.

Selamat Pagi Donna juga menyoroti perspektif feminis Simone de Beauvoir dalam “The Second Sex” yang menyatakan bahwa perempuan sering kali didefinisikan sebagai “yang lain” oleh masyarakat patriarkal. Donna sebagai korban kekerasan rumah tangga dan eksploitasi seksual, mewakili perempuan yang terperangkap dalam struktur sosial yang menindas, namun akhirnya merebut kendali atas nasibnya sendiri.

Mahmoud Elqadrie menyebut visi pertunjukan ini adalah ritual ekstra kurikuler kehidupan, di mana penderitaan bukan akhir, tapi katalisator perubahan.

“Lakon ini mengedukasi penonton tentang siklus kekerasan. Kami memilih konsep sinema teater yang memadukan elemen visual dan dramaturgi untuk membuat penonton seolah-olah mereka ikut mendorong batu Sisyphus bersama Donna,” kata Mahmoud.

Sementara itu, Rina Nikandaru, Pimpro sekaligus Ketua GRK Asdrafi, yang juga membidani proyek Teater Srikandi Pendopo nDalem, menyebutkan bahwa ada sangat banyak perempuan yang tak bisa diam.

“Kami melihat teater sebagai ruang merdeka untuk mengeksplorasi takdir manusia yang mampu mengubah duka menjadi kekuatan,” kata Rina.

Ia menjelaskan lakon Selamat Pagi Donna bukan sekadar cerita tragis melainkan doa kolektif agar masyarakat bangun dari ketidakadilan.

Didukung pemain seperti Kayla Merry S. sebagai Donna dewasa, Cinta Laras sebagai Donna muda, serta tim produksi termasuk narator Ina Sita Nur’aina, tata musik Memet Chairul Slamet, dan koreografi Deddy Ratmoyo, pertunjukan ini menjanjikan pengalaman dinamis yang menggabungkan elemen sinematik dengan teater hidup.

Teater Srikandi Pendopo nDalem, berakar dari eks Akademi Seni Drama dan Film Yogyakarta untuk terus membangun tradisi teater merdeka tanpa beban sponsor dan fokus pada dramaturgi sebagai landasan utama. Masyarakat diajak merenungkan bahwa ada cerita duka yang menunggu ditebus. Tiket tersedia di lokasi.