Melimpah Ruah Tak Terjual: Kisah Pilu Nelayan Lobster Gunungkidul

Melimpah Ruah Tak Terjual: Kisah Pilu Nelayan Lobster Gunungkidul

Liputan6.com, Gunungkidul – Nelayan di pesisir selatan Kabupaten Gunungkidul mulai menjerit akibat anjloknya harga jual benih bening lobster (BBL) yang selama ini menjadi andalan mata pencaharian mereka. Penurunan harga ini dirasakan bertahap sejak tahun 2023, dan mencapai titik terendah pada Mei 2025.

Sarpan, Ketua Kelompok Nelayan Sadeng, menyebut harga BBL yang sebelumnya bisa menyentuh angka Rp40.000 per ekor, kini hanya dihargai Rp2.000. Penurunan harga terjadi secara bertahap – dari Rp40.000 menjadi Rp9.000, lalu Rp7.000, dan kini menyentuh level paling rendah dalam dua tahun terakhir. “Hari ini cuma bisa pasrah. Dulu bisa diandalkan, sekarang katanya karena yang bisa mengolah cuma Vietnam. Sementara pasokan setiap hari berlimpah, ya jadinya harga jatuh,” keluh Sarpan, Kamis (10/7/2025).

Penurunan harga juga terjadi pada lobster dewasa. Jika sebelumnya lobster super bisa dijual di atas Rp1 juta per kilogram, kini harganya berkisar Rp800 ribu. Sarpan menampik anggapan bahwa anjloknya harga disebabkan permainan para pengusaha besar. Menurutnya, persoalan utama justru terletak pada fluktuasi pasar yang tidak bisa dikendalikan nelayan kecil.

Namun, persoalan para nelayan tak berhenti di soal harga. Perubahan cuaca yang tak menentu juga sangat mempengaruhi jumlah tangkapan di laut. “Kalau cuaca bagus, bisa dapat ratusan ekor. Tapi kalau cuaca jelek, paling cuma belasan. Sekarang laut makin susah diprediksi,” katanya.

Di sisi lain, tak semua nelayan memiliki akses ke koperasi atau eksportir resmi. Banyak yang akhirnya menjual benur ke pembeli lokal dengan harga jauh lebih murah, bahkan terjebak dalam praktik jual beli di luar mekanisme legal. “Kalau aturannya makin ketat, sementara harga makin jatuh, ya nelayan kecil kayak kami ini mau makan apa?” ujarnya.

Meskipun populasi lobster di laut selatan masih cukup melimpah, hanya jenis tertentu yang diminati pasar, seperti lobster pasir dan mutiara. Jenis lain seperti lobster batu, bambu, dan baladewa kini kurang diminati. Membedakan jenis lobster ini bukan hal mudah. Diperlukan pengalaman dan kepekaan nelayan yang sudah akrab dengan laut. “Sungutnya nyala. Kalau pasir biru satu, kalau mutiara biru dua,” jelas Sarpan.