TRIBUNJATENG.COM, KARTASURA – Gerabah anglo merupakan kerajinan dari tanah liat yang digunakan untuk tungku memasak. Pembuatan kerajinan gerabah anglo masih eksis meski bersaing dengan kompor modern.
Bu Purwanti seorang pengrajin gerabah anglo di Makam Haji, Kartasura, Kabupaten Sukoharjo mengatakan hingga kini masih banyak peminat anglo.
Dikatakannya, saat ini usianya sudah 50 tahun. Sedangkan usaha geabah anglo ini sudah turun temurun dari neneknya. Sedangkan ibunya berusia 80 tahun.
“Usaha ini keturunan dari mbah saya, mungkin juga sudah ada dari ibunya mbah saya, emang ini usaha turun temurun. Dari saya kecil usaha ini juga sudah ada. Dulu ibu saya juga ikut melanjutkan usaha ini, dan sekarang giliran saya yang melanjutkan,” kata Purwanti, Sabtu (9/11/2024).
Di daerah Makam Haji, terkhusus di kampung Windan memang terkenal sebagai kampung sentra industri gerabah. Oleh karena itu, usaha tersebut dijadikan mata pencaharian utama oleh orang-orang di kampung Windan.
Termasuk Purwanti, juga mengandalkan usaha gerabah anglo sebagai penghasilan utama, dengan omset per bulan yang tidak menentu.
“Omset per bulan tidak tentu, tergantung jumlah gerabah yang terjual. Tapi yang penting cukup untuk kebutuhan sehari-hari,” terangnya.
Sebagai kampung sentra industri gerabah, maka gerabah yang dihasilkan bermacam-macam diantaranya adalah anglo, cobek, kendi. Tetapi, sekarang orang-orang di kampung Windan hanya memproduksi anglo. Tidak banyak orang yang mempertahankan usaha gerabah tersebut.
“Dulu mbah saya nggak cuma membuat anglo tapi juga pernah buat WC, paralon dari tanah liat, pernah juga buat cobek. Tapi sekarang produksi anglo saja, di kampung ini juga cuma beberapa orang saja yang masih memproduksi anglo,” tuturnya.
Sehari 25 buah
Pembuatan gerabah anglo dilakukan di halaman depan rumah Purwanti. Tidak ada karyawan di usaha tersebut, hanya Bu Purwanti dan suaminya yang membuat gerabah anglo. Biasanya produksi per hari mencapai 20-25 buah anglo.
Anglo yang dihasilkan cukup beragam, dari ukuran yang kecil, sedang, dan besar. Harganya pun bervariasi mulai dari Rp 10.000 – Rp 30.000. Anglo yang berukuran besar dibuat saat ada pesanan saja dan untuk ukuran kecil atau sedang rutin dibuat walaupun tidak ada pesanan.
Selain ukuran yang berbeda, bentuk anglo juga dibuat berbeda. Ada yang berbentuk seperti tungku biasa dengan lubang di bagian depan. Lubang tersebut difungsikan untuk menaruh kayu bakar. Ada juga yang lubangnya hanya berada di atas, tidak ada lubang di bagian samping. Lubang di bagian atas difungsikan untuk menaruh arang dan biasanya digunakan untuk bakaran.
Anglo yang paling diminati masyarakat yaitu, anglo yang hanya mempunyai lubang di atas. Biasanya anglo tersebut difungsikan untuk bakaran. Peminat anglo jenis ini biasanya merupakan pedagang angkringan. Untuk ukuran anglo yang paling diminati yaitu anglo yang berukuran sedang.
Proses Pembuatan
Proses pembuatan anglo dilakukan melalui beberapa tahap. Tahap yang pertama yaitu tanah liat dikeringkan, setelah itu diberi air dan dibuat adonan dengan cara diinjak-injak. Setelah terbentuk adonan baru dibentuk dengan menggunakan alat putar gerabah.
Kemudian dijemur, proses penjemuran ini membutuhkan waktu yang tidak menentu. Jika cuaca mendukung maka hanya membutuhkan waktu 2-3 harian. Hal itu berdampak pada proses pembakaran, karena proses pembakaran menunggu anglo yang kering terkumpul . Proses terakhir yaitu pemberian warna merah. (Tri Okviana Rahmawati, mahasiswa Prodi Tadris Bahasa Indonesia UIN Raden Mas Said Surakarta magang Tribunjateng.com)