TRIBUNNEWS.COM – Anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa (18/3/2025), menjadi sorotan berbagai media asing.
Perdagangan saham di Indonesia sempat dibekukan sementara setelah IHSG mengalami penurunan drastis lebih dari 5 persen dalam satu hari.
Media CNBC TV18 dari India melaporkan, penurunan ini terjadi akibat kekhawatiran investor terhadap melemahnya ekonomi dan menurunnya belanja konsumen menjelang libur Idul Fitri.
“IHSG anjlok hingga 5 persen, penurunan intraday terbesar sejak 10 September 2020, yang memicu penghentian sementara perdagangan,” tulis CNBC TV18.
Media tersebut, juga menyebut, saham PT DCI Indonesia dan PT Barito Renewables Energy menjadi penyebab utama pelemahan, dengan masing-masing mengalami penurunan hingga batas bawah 20 persen.
Manajer Portofolio di Timefolio Asset Management, Nigel Peh, mengatakan investor khawatir dengan lemahnya daya beli menjelang libur Idul Fitri.
“Ada kekhawatiran tentang perusahaan konsumen dan penjualan yang lemah menjelang liburan, dengan banyak masyarakat mengurangi pengeluaran diskresioner,” ujarnya.
CNBC TV18 juga mencatat, aksi jual pada Selasa semakin mempercepat penurunan saham-saham Indonesia.
Hal ini memperkuat posisi pasar saham Indonesia sebagai salah satu yang berkinerja terburuk di dunia sepanjang tahun ini.
Dolar yang menguat dan meningkatnya ketegangan perdagangan juga disebut sebagai pemicu keluarnya investor dari pasar saham Indonesia.
“Semua mata kini tertuju pada keputusan suku bunga Bank Indonesia pada hari Rabu, karena investor menunggu potensi intervensi untuk menstabilkan mata uang dan mendorong pertumbuhan,” tambah CNBC TV18.
Media ekonomi asal Inggris, Finimize Business, turut melaporkan kondisi ini.
Menurut mereka, kekhawatiran investor terhadap kondisi fiskal Indonesia telah melemah sejak Februari lalu.
“Hingga 28 Februari, saham Indonesia telah memasuki wilayah pasar melemah, jatuh lebih dari 20 persen dari rekor tertingginya pada bulan September,” lapor Finimize Business.
Mereka juga menyoroti bahwa penurunan IHSG mungkin lebih disebabkan oleh likuidasi pedagang margin dan pelonggaran posisi daripada kelemahan ekonomi fundamental.
Media Malaysia, The Star, juga menyoroti IHSG yang anjlok 7 persen ke level terendah dalam 3,5 tahun.
“IHSG anjlok ke level 6.011, terendah sejak 21 September 2021, karena aksi jual tajam memicu penghentian perdagangan selama 30 menit setelah indeks menembus angka 5 persen,” tulis The Star.
Menurut laporan tersebut, IHSG secara resmi telah melemah sejak 28 Februari, turun lebih dari 20 persen dari rekor puncaknya pada 19 September 2024.
Mohit Mirpuri, manajer dana di SGMC Capital yang berbasis di Singapura, mengatakan penurunan ini lebih terlihat sebagai pelepasan posisi dan likuidasi paksa daripada perubahan fundamental ekonomi.
“Aksi jual ini menggarisbawahi kekhawatiran investor terhadap rencana pengeluaran pemerintah dan prospek ekonomi Indonesia, yang mendorong banyak investor asing keluar dari pasar saham,” kata Mirpuri.
Media Malaysia lainnya, Edge Malaysia, melaporkan nilai tukar rupiah turun 2 persen meskipun ada intervensi dari Bank Indonesia.
“Data deflasi baru-baru ini meningkatkan kekhawatiran terhadap pertumbuhan konsumsi,” kata Mirpuri.
Ia juga menambahkan, pertemuan Bank Indonesia yang dijadwalkan pada Rabu dapat memberikan dorongan bagi pasar jika pemotongan suku bunga benar-benar terjadi.
“Namun, gambaran yang lebih besar tetap berupa posisi selektif daripada pemulihan yang menyeluruh,” tambahnya.
Situs ekonomi Market Screener dan Nasdaq juga merilis laporan serupa.
“Bursa Efek Indonesia Akhiri Rekor Penurunan pada Selasa,” tulis Nasdaq dalam laporannya.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)