Mbak Ita Didakwa Minta Rp 300 Juta dari Iuran ASN, Kuasa Hukum: Kebijakan Wali Kota Sebelumnya
Tim Redaksi
SEMARANG, KOMPAS.com
– Mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryati Rahayu alias Mbak Ita didakwa menerima setoran uang dari iuran ASN yang dinamakan “iuran kebersamaan”.
Nilai uang setoran yang diberikan kepada Mbak Ita tersebut mencapai Rp 300 juta.
Hal ini terungkap dalam sidang perdana kasus dugaan korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Senin (21/4/2025).
Kuasa hukum terdakwa, Erna Ratnaningsih mengatakan, soal tuduhan pemerasan yang berkaitan dengan iuran insentif bukanlah kebijakan kliennya.
“Kebijakan dari wali kota sebelumnya,” kata Erna saat ditemui di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Senin (21/4/2025).
Menurutnya, Mbak Ita hanya meneruskan kebijakan dari wali kota sebelumnya. Apalagi, saat itu kliennya juga menjadi Plt Wali Kota Semarang.
“Jadi iuran kebersamaan inilah yang apa tadi kita dengar diterima,” sebutnya.
Diberitakan sebelumnya, Mbak Ita disebut minta jatah Rp 300 juta dari uang iuran ASN yang dinamakan “iuran kebersamaan”.
Uang iuran tersebut nantinya akan digunakan untuk membiayai keperluan pegawai di luar yang telah dianggarkan, seperti kegiatan Dharma Wanita, rekreasi bersama, bingkisan hari raya, membeli batik dan sejumlah kebutuhan lainnya.
Besaran iuran kebersamaan yang harus disetorkan oleh pegawai Bapenda Kota Semarang sudah diatur oleh Indriyasari selaku Kepala Bapenda Kota Semarang.
Kemudian iuran tersebut disetorkan kepada Sarifah, selaku Kepala Bidang Pengawasan dan Pengembangan Pajak Daerah dan Retribusi Kota Semarang.
Pada Desember 2022, Indriyasari mengajukan draf Surat Keputusan Wali Kota Semarang tentang alokasi besaran insentif pemungutan pajak atau tambahan penghasilan bagi pegawai ASN di Pemerintah Kota Semarang.
Atas pengajuan tersebut, Endang Sri Rejeki, selaku Kepala Sub Bagian Perencanaan Produk Hukum Penetapan dan Bagian Hukum Pemerintah Kota Semarang menyerahkan draf tersebut kepada terdakwa I atau Mbak Ita.
“Selanjutnya terdakwa I memanggil Endang Sri Rejeki dengan menyampaikan mengapa dalam hitungan nilai penerimaan insentif bagian terdakwa I lebih kecil dibandingkan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Semarang dan menolak menandatangani surat keputusan itu,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU), Wawan Yunarwanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kota Semarang.
Setelah Mbak Ita menolak untuk berta tangan, kemudian Endang Sri Rejeki menyampaikan permasalahan tersebut kepada Indriyasari.
“Selanjutnya Indriyasari menghadapi terdakwa I (Mbak Ita) dengan menyampaikan dasar hukum pengajuan surat keputusan tambahan penghasilan pegawai Bapenda,” ucap dia.
Namun, Mbak Ita tetap menolak memberikan tanda tanan meski sudah dijelaskan soal dasar hukumnya.
Kemudian pada 22 Desember 2022, Indriyasari kembali menghadap Mbak Ita di kantornya.
Dalam pertemuan tersebut, Indriyasari menyampaikan bahwa tambahan penghasilan pegawai Bapenda nilainya di bawah terdakwa.
“Atas penyampaian Indriyasari tersebut, terdakwa I (Mbak Ita) menyampaikan kalimat ‘kok sak mono’,” ungkap Wawan.
Kemudian Indriyasari menyampaikan kepada terdakwa I bahwa pegawai Bapenda mengumpulkan uang “iuran kebersamaan”.
Indriyasari kemudian menyampaikan bahwa uang yang terkumpul mencapai Rp 900 juta yang ditulis di kertas.
“Selanjutnya terdakwa I menyampaikan ‘yowis to’ sambil melihat tulisan di kertas tersebut dan terdakwa I menuliskan angka 300. Yang dimaksud adalah terdakwa I meminta uang Rp 300 juta dari iuran kebersamaan,” tambah dia.
Setelah adanya kesepakatan antara terdakwa I bersama dengan Indriyasari mengenai tambahan uang insentif, kemudian pencairan diserahkan ke terdakwa I pada 29 Desember 2022.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Mbak Ita Didakwa Minta Rp 300 Juta dari Iuran ASN, Kuasa Hukum: Kebijakan Wali Kota Sebelumnya Regional 21 April 2025
/data/photo/2025/04/21/68063b63e153a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)