loading…
Mantan Komisioner KPK Saut Situmorang mempertanyakan fungsi intelijen yang dimiliki jaksa dalam UU No 11/2021 tentang Kejaksaan. Foto/Dok. SINDOnews
JAKARTA – Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang mempertanyakan berlebihnya fungsi dan kewenangan yang dimiliki kejaksaan dalam UU No 11/2021 tentang Kejaksaan. Terutama terkait fungsi intelijen yang dimiliki oleh jaksa.
Saut menanyakan terkait detail UU No 11/2021 tentang Kejaksaan. ”Bisa tiga jam kita bicara? Padahal, kita belum bicara tentang detail fungsi intelijen di kejaksaan. Intelijen itu abu-abu loh. Kalau gak dibikin garis yang tegas akan sulit,” katanya Dalam Dialog Publik yang bertajuk UU Kejaksaan: antara Kewenangan dan Keadilan Masyarakat di Jakarta, Kamis (23/1/2025) lalu.
Pasal 30 B UU No 11/2021 tentang Kejaksaan memang menyebutkan fungsi intelijen yang sangat luas. Mulai dari kerja sama antar lembaga intelijen, melaksanakan pencegahan KKN, hingga pengawasan multimedia.
Hal ini, menurut Saut, membuat kejaksaan jauh lebih luas dari penuntut umum atau pengacara negara saja. Padahal, kejaksaan bukan lembaga yang mempunyai fungsi harkamtibmas seperti Polri atau pertahanan negara seperti TNI.
”Bicara tentang fungsi intelijen itu adalah pengamanan, penggalangan, dan penyelidikan. Nah, itu tadi penggalangan termasuk memengaruhi orang ya kan. Itu juga perlu kita jauhkan itu fungsi intelijen dari kejaksaan karena memang ada-ada asisten intelijennya,” tuturnya.
Selain itu, hal tersebut juga akan membuat kerancuan karena tujuan intelijen kejaksaan itu maksudnya apa. ”Jadi, makanya saya bilang bahwa bisa jadi ada perbedaan persepsi tentang antar lembaga intelijen. Intelijen yang dimaksudkan, intelijen penindakan dengan intelijen dalam konteks negara itu sesuatu yang sangat berbeda,” ucap pria yang sudah 30 tahun bergelut dalam dunia intelijen tersebut. ”Kalau tidak hati-hati, sangat memungkinan terjadi conflict of interest. Menggalang orang mempengaruhi supaya saya untung, negara jadi rugi ya gak? Ini harus dijabarkan lebih detail lagi.”
Lebih lanjut, dalam acara yang sama, pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar menuturkan, sebenarnya dalam KUHAP, tugas dan fungsi kejaksaan itu sudah cukup komplet. ”Tapi, ketika diperluas, maka pertanyaannya adalah apakah mampu?” tambahnya.
Fickar kemudian mencontohkan terkait fenomena aliran sesat yang banyak berkembang di Indonesia. ”Selama ini, saya tidak pernah mendengar kejaksaan melakukan sesuatu terkait fenomena tersebut. Bahkan, terkesan kejaksaan diam saja,” jelasnya.
Menurut Fickar, ini adalah sesuatu yang tak perlu dan harus direvisi. Menurutnya, pemberian kewenangan yang berlebihan dalam UU itu juga akan sia-sia. ”Jadi, memang harus direvisi apa-apa saja kewenangan yang berlebihan tersebut. Harus dikaji ulang, apa itu fungsi sebagai penyidik juga, penuntut umum juga,” tegasnya.
(poe)