TRIBUNJATIM.COM – Tengah viral di media sosial seorang pengemis lecehkan penjaga toko alat tulis.
Peristiwa ini terjadi di Kecamatan Kota Kabupaten Rembang pada Jumat (20/12/2024).
Video rekaman CCTV kejadian pun viral di media sosial.
Dari rekaman tersebut seorang pria yang mengenakan kaos hitam masuk kedalam toko, tiba-tiba langsung menghampiri kasir toko.
Dari informasi yang didapat, pria tersebut hendak mengemis atau meminta uang.
Sang kasir sempat memberi uang koin kepada pria tersebut, kemudian pria berbaju hitam itu perlahan mendekati dan melakukan tindakan tak senonoh.
Korban langsung mendorong, pria berbaju hitam dan kemudian pria itu lari meninggalkan toko.
“Kejadiannya hari Jumat kemarin, dari cerita teman saya (korban), orangnya masuk mau minta uang. Terus sama teman saya dikasih Rp500 tapi tidak mau, kemudian dikasih Rp1000 terus orangnya mepet,” kata Dewi Priyati, penjaga toko, Selasa (24/12/2024, melansir dari TribunJateng.
Saat pelaku mepet korban, pelaku sempat mencolek bagian paha dan pantat korban.
Kemudian korban mendorong pelaku dan pelaku langsung melarikan diri keluar toko.
Akibat hal tersebut, korban sempat mengalami trauma dan shok.
“Sempat trauma juga, kejadian baru pertama kali di toko ini. Orangnya itu ciri-cirinya pendek dan kakinya sedikit pincang,” tuturnya.
Sementara itu, KBO Satreskrim Polres Rembang, Iptu Widodo mengatakan saat ini pihak kepolisian melakukan penyelidikan terkait hal tersebut.
“Kami juga melakukan patroli cyber atau patroli medsos, berkaitan dengan video yang sudah viral itu. Kami masih menyelidiki berkaitan dengan video tersebut,” jelasnya.
Sementara itu, maraknya anak di bawah umur yang menjadi pedagang asongan dinilai merupakan modus baru mengemis di Bondowoso, Jawa Timur.
Hal ini berdasarkan temuan yang dilakukan oleh Pegiat Sosial dari LSM Edelwis Bondowoso, Murti Jasmani, saat dikonfirmasi pada Kamis (17/10/2024).
“Modusnya adalah anak jual telur puyuh, kadang di depan ATM, masjid, kantor, alun-alun. Yang membuat kita iba untuk membeli,” terangnya.
Walaupun dirinya mengaku belum melakukan observasi mendalam atas fenomena anak penjual asongan. Namun melihat ini, ia menduga ada yang memanajemen. Karena, ini terlihat sangat masif dan banyak.
Selain itu, dirinya menilai, secara prinsip tidak ada anak yang ingin mencari uang. Anak itu pasti ingin bersenang-senang.
Jadi, kalaupun ada yang ingin membantu berjualan, harusnya dilakukan di luar jam sekolah. Dan tak harus mereka kehilangan hak-hak dasar anak.
Seperti, hak hidup, hak tumbuh kembang, hak partisipasi, dan lainnya.
“Karena UU Kesejahteraan Sosial itu, ketika orang tua tidak mampu, harus mendapatkan bantuan kok,” tegasnya.
Dirinya mengaku miris melihat kondisi ini. Karena, anak dan perempuan merupakan pihak yang paling rentan jadi korban kekerasan. Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu, yakni pembunuhan dan rudapaksa anak perempuan penjual gorengan di Sumatera Barat.
“Karena mereka rentan secara biologi dan sosial,” tuturnya.
Ia mendorong penguatan sinergitas pemerintah dengan civil society dalam mengedukasi dan melakukan upaya preventif perlindungan anak dan perempuan.
Agar Bondowoso tak hanya seolah menggambarkan mengejar hadiah sebagai Kabupaten Layak Anak.
“Masalah anak bukan masalah orang tua saja, tapi masalah bersama,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, akhir-akhir ini kian marak ditemukan anak-anak di bawah umur berjualan di Alun-alun Ki Bagus Asra, Bondowoso.
Mereka kerap ditemui setiap harinya berjualan telur puyuh, kacang dan usus goreng, dengan cara menjajakan dagangannya. Ada pula yang berjualan di pelataran rumah makan dan tempat keramaian.
Satpol PP Bondowoso bersama Dinsos P3AKB melalukan razia gabungan di sejumlah titik yang ditengarai menjadi tempat mereka berjualan.
Pada Rabu (16/10/2024), terjaring seorang anak berusia sekitar 9 tahun yang berjualan.
Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan, Perlindungan, Perempuan dan Anak, KB, (Dinsos P3AKB) Bondowoso, Anissatul Hamidah, menjelaskan, ada yang melihat fenomena orang tua sengaja mempekerjakan anak-anak kisaran usia 9-12 tahun ini.
Kendati begitu, ia menampik ini bagian dari eksploitasi anak. Melainkan, ketidakpahaman orang tua.
Bahkan, pengakuan dari orang tua tersebut, anak-anak ini yang meminta sendiri berjualan.
“Kita kemudian edukasi orang tuanya, apa yang menjadi kendala,” jelasnya pada Tribun Jatim Network, Rabu (16/10/2024).
Ia mengaku fenomena ini sebelumnya pernah terjadi. Pihaknya bahkan pernah merazia dan mengumpulkan anak-anak tersebut dan mengembalikan pada orang tuanya.
Temuan Dinsos P3AKB, anak-anak penjual ini ada yang orang Bondowoso dan ada yang luar daerah.
“Ada yang putus sekolah, ada yang tidak putus sekolah,” terangnya.
Namun begitu, pihaknya selama ini seperti orang ‘kejar-kejaran’ setiap melakukan komunikasi dan edukasi dengan orang tua ataupun anak-anak yang berjualan.
Kemudian, yang tak punya orang tua dikirim ke panti asuhan.
“Ya memang harus kuat-kuatan antara mereka dengan kita. Begitu kita pulang, mereka kemudian datang lagi,” pungkasnya.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com