Makna Mendalam Tato bagi Suku Mentawai

Makna Mendalam Tato bagi Suku Mentawai

Lebih dari sekadar hiasan, tato Mentawai juga menjadi penanda penting status sosial dan tahapan kehidupan. Proses penatoan tidak bisa dilakukan sembarangan, melainkan hanya oleh seorang sipatiti, yakni ahli tato yang memiliki pengetahuan spiritual dan teknik tradisional yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Seorang anak laki-laki tidak bisa langsung memiliki tato seperti pria dewasa; ada tahapan dan ritus inisiasi tertentu yang harus dilalui. Demikian juga dengan perempuan, yang biasanya memiliki motif lebih halus dan simbolik, menandakan peran mereka dalam kehidupan sosial dan spiritual komunitas.

Setiap bagian tubuh yang ditato juga memiliki arti tersendiri tangan, dada, punggung, hingga kaki semuanya menandai perjalanan hidup, pencapaian, atau pengabdian kepada komunitas dan roh leluhur.

Tato bahkan dipercaya menjadi penuntun roh seseorang setelah kematian agar dapat dikenali oleh para leluhur di alam baka, dan karenanya, ia menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas spiritual seseorang.

Namun, seiring modernisasi dan derasnya pengaruh budaya luar, eksistensi tato Mentawai sempat berada di ujung tanduk. Pada masa-masa tertentu, terutama pada era kolonial dan pasca kemerdekaan, budaya tato dianggap kuno, bahkan dianggap tidak beradab oleh sebagian masyarakat luar.

Banyak generasi muda Mentawai yang akhirnya enggan untuk melanjutkan tradisi ini karena stigma dan tekanan sosial dari luar komunitas mereka. Meski begitu, beberapa tokoh adat dan pelaku budaya tetap gigih menjaga nyala tradisi ini tetap hidup.

Kini, dengan semakin meningkatnya kesadaran akan pentingnya pelestarian budaya lokal, tato Mentawai mulai kembali mendapatkan tempatnya yang layak, bukan hanya sebagai artefak budaya, melainkan sebagai bentuk perlawanan terhadap pelupaan identitas dan eksploitasi nilai-nilai tradisional.

Ketika seseorang dari suku Mentawai menato tubuhnya, itu artinya ia sedang menulis kisah hidupnya dengan bahasa yang hanya bisa dibaca oleh mereka yang memahami kedalaman budaya dan spiritualitasnya.

Di dunia yang semakin seragam dan terstandarisasi ini, tato Mentawai hadir sebagai pengingat bahwa keberagaman budaya bukan hanya harus dihargai, tapi juga dijaga agar tetap lestari dan hidup.

Penulis: Belvana Fasya Saad