Selain “botram”, tradisi Munggahan juga diwarnai dengan saling memaafkan. Masyarakat Sunda saling meminta maaf atas kesalahan yang telah dilakukan, membersihkan hati sebelum memasuki bulan suci. Doa bersama di rumah atau masjid juga menjadi bagian penting, memohon kelancaran ibadah puasa dan keberkahan di bulan Ramadan. Suasana khusyuk dan penuh harap terasa saat doa bersama dilantunkan.
Ziarah ke makam leluhur atau tokoh agama juga menjadi bagian dari tradisi Munggahan. Ziarah ini sebagai bentuk penghormatan dan refleksi diri, mengingat jasa para pendahulu dan merenungkan perjalanan hidup. Berbagi kepada sesama yang membutuhkan juga dilakukan sebagai wujud kepedulian sosial, membagi rezeki dan kebahagiaan di bulan penuh berkah. Beberapa masyarakat juga memilih mengunjungi tempat wisata bersama keluarga, menambah keceriaan dalam menyambut Ramadan.
Meskipun pelaksanaan tradisi Munggahan bervariasi di setiap daerah, esensi dan tujuannya tetap sama: menyambut bulan Ramadan dengan penuh keimanan, kesucian, dan kebersamaan. Tradisi ini menjadi bukti kekayaan budaya Sunda dan kearifan lokal dalam menyambut bulan suci. Munggahan mengajarkan nilai-nilai penting seperti silaturahmi, saling memaafkan, dan kepedulian sosial, nilai-nilai yang tetap relevan di era modern ini.
Munggahan tidak hanya sekadar tradisi turun temurun, tetapi juga sebuah refleksi nilai-nilai luhur yang perlu dilestarikan. Tradisi ini mengajarkan pentingnya mempersiapkan diri secara spiritual dan sosial untuk menyambut bulan Ramadan dengan penuh kesiapan dan keikhlasan. Semoga tradisi Munggahan terus lestari dan menjadi warisan budaya yang membanggakan bagi generasi mendatang.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3426263/original/003820200_1618203817-Ramadan_-_Munggahan.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)