Jakarta, Beritasatu.com – Pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) di Indonesia terus menunjukkan tren positif. Sepanjang 2024, tingkat adopsinya tercatat tumbuh 47 persen dibanding tahun sebelumnya.
Namun, studi terbaru Amazon Web Services (AWS) bersama Strand Partners menunjukkan, pemanfaatan AI di Indonesia masih didominasi penggunaan dasar, khususnya di kalangan perusahaan besar.
Dalam laporan bertajuk Unlocking Indonesia’s AI Potential, disebutkan dari sekitar 18 juta pelaku usaha yang telah menggunakan AI, hanya sebagian kecil yang memanfaatkannya secara transformatif.
Sebanyak 76 persen responden menyatakan penggunaan AI masih terbatas untuk meningkatkan efisiensi operasional dan otomatisasi proses. Hanya 10 persen yang sudah mengintegrasikan AI dalam pengambilan keputusan dan pengembangan model bisnis baru.
“Sebagian besar korporasi masih memposisikan AI sebagai alat pendukung, bukan sebagai bagian inti dari strategi bisnis,” ujar Country Manager AWS Indonesia, Anthony Amni, Senin (11/8/2025).
Perbedaan mencolok terlihat antara perusahaan rintisan (startup) dan korporasi besar. Sebanyak 34 persen startup telah memanfaatkan AI untuk meluncurkan produk atau layanan baru, sedangkan pada perusahaan besar angkanya hanya 21 persen.
Selain itu, 52 persen startup mengaku sudah mengintegrasikan AI ke berbagai aspek bisnis, sementara hanya 22 persen korporasi besar yang memiliki strategi AI komprehensif.
“Startup menjadi motor utama inovasi di sektor AI karena mampu bereksperimen lebih cepat dan merespons kebutuhan pasar secara lincah,” kata Direktur Strand Partners Nick Bonstow.
AWS menilai tren ini berpotensi menimbulkan kesenjangan ekonomi dua tingkat, di mana perusahaan berbasis teknologi tumbuh pesat, sedangkan korporasi tradisional semakin tertinggal.
Keterbatasan sumber daya manusia (SDM) menjadi tantangan utama. Dalam survei yang sama, 57 persen pelaku usaha menyebut kekurangan tenaga kerja terampil sebagai hambatan terbesar.
Padahal, diperkirakan 48 persen pekerjaan di masa depan akan membutuhkan literasi AI. Saat ini, hanya 21 persen pelaku usaha yang menilai tenaga kerja mereka siap menghadapi era AI.
Dari sisi pendanaan, 41 persen startup menilai akses ke modal ventura sangat penting untuk memperluas usaha berbasis AI.
“Indonesia punya potensi besar untuk menjadi pusat AI di kawasan regional. Namun, perlu ada intervensi strategis, terutama dalam pembangunan keterampilan dan regulasi yang mendukung pertumbuhan,” tambah Anthony.
Laporan AWS-Strand Partners merekomendasikan tiga langkah utama agar Indonesia tidak tertinggal dalam transformasi digital, yaitu investasi SDM sesuai kebutuhan industri, regulasi yang mendorong inovasi, dan kepemimpinan pemerintah dalam pemanfaatan AI di sektor publik.
“Tingginya angka adopsi AI adalah sinyal positif. Namun, tantangan yang dihadapi pelaku usaha, terutama korporasi besar, perlu segera direspons agar potensi ekonomi digital Indonesia dapat dimaksimalkan,” pungkas Anthony.
