Farha Daulima, Ketua Badan Pengelola Lembaga Pariwisata Banthayo Pobo’ide, menuturkan bahwa Ju Panggola diyakini memiliki kemampuan luar biasa.
“Ia bisa menghilang sekejap mata dan muncul kembali jika Gorontalo dalam bahaya. Masyarakat juga menggambarkan sosoknya seperti Wali Songo, yaitu seorang kakek tua berjubah putih,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa gelar “Ju Panggola” berarti “tokoh yang dituakan.” Dalam sejarah Gorontalo.
Kakek itu dikenal sebagai pejuang melawan penjajah Belanda yang memiliki kemampuan luar biasa dalam melindungi tanah kelahirannya. Karena jasanya, ia dianugerahi gelar adat “Ta Lo’o Baya Lipu,” yang berarti orang yang berjasa bagi rakyat.
Hingga kini, makam Ju Panggola tetap menjadi salah satu destinasi religi yang ramai dikunjungi. Setiap Kamis dan Jumat jelang ramadan, peziarah berdatangan untuk berdoa, terutama menjelang bulan suci Ramadan.
“Hampir setiap hari ada yang datang berziarah, ini sudah menjadi tradisi tahunan menjelang Ramadan,” kata Rahman, penjaga makam.
Kehadiran makam ini bukan hanya menjadi simbol sejarah dan spiritual bagi masyarakat Gorontalo, tetapi juga menarik perhatian wisatawan yang ingin mengetahui lebih dalam tentang sejarah dan budaya Islam di daerah ini.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5137061/original/006521900_1739925233-Screenshot_1909.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)