Macan Tutul Masuk Hotel di Bandung, Pakar IPB: Satwa Liar Tak Cocok Hidup di Kandang Sempit
Tim Redaksi
BOGOR, KOMPAS.com
– Peristiwa macan tutul masuk ke area hotel di Bandung menjadi pengingat pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem dan memperkuat sistem konservasi satwa liar di habitat alaminya.
Sebelumnya, seekor macan tutul dilaporkan masuk ke salah satu hotel di kawasan Bandung pada Senin (6/10/2025).
Berdasarkan laporan petugas, satwa tersebut diduga merupakan individu yang lepas dari Lembang Zoo sekitar sebulan lalu.
Menurut Pakar Ekologi Satwa Liar IPB University, Dr Abdul Haris Mustari, kejadian itu tidak bisa dipandang sekadar insiden kebun binatang, melainkan cerminan lemahnya pengelolaan konservasi satwa di luar habitat alami (ex-situ).
“Ini perlunya kehati-hatian pengelola kebun binatang atau taman margasatwa. Kandang harus benar-benar representatif, dengan bahan yang kuat dan menciptakan rasa nyaman bagi satwa di dalamnya,” kata Mustari, dosen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata IPB University, melalui keterangan tertulis, Sabtu (11/10/2025).
Mustari menilai, kemampuan macan tutul tersebut bertahan hidup di alam selama berminggu-minggu setelah lepas dari kandang menunjukkan bahwa insting alaminya masih kuat.
Namun, hal itu juga menjadi peringatan agar pengelola lembaga konservasi lebih berhati-hati.
“Macan tutul yang mampu bertahan hidup setelah lepas dari penangkaran menunjukkan insting alaminya masih kuat. Tapi ini juga menegaskan pentingnya kehati-hatian pengelola agar kejadian serupa tidak terulang,” ujarnya.
Mustari menjelaskan, macan tutul jawa (Panthera pardus melas) adalah predator puncak di Pulau Jawa setelah punahnya harimau jawa.
Satwa ini berperan penting menjaga keseimbangan ekosistem dengan mengontrol populasi satwa herbivor.
Di alam, macan tutul memangsa babi hutan, kancil, muncak, anak banteng, serta primata seperti monyet ekor panjang, lutung, surili, dan kukang jawa.
Hewan ini juga berburu burung seperti ayam hutan dan merak, serta reptil seperti biawak.
“Dari karakter itu, jelas bahwa macan tutul adalah satwa yang tidak cocok hidup dalam kandang, apalagi jika kandang itu tidak memenuhi syarat kesejahteraan satwa,” kata Mustari.
Mustari menjelaskan, ada lima indikator utama kesejahteraan satwa di penangkaran, yaitu:
Bebas dari rasa lapar dan haus, bebas dari ketidaknyamanan lingkungan fisik, bebas dari rasa sakit dan penyakit, bebas dari rasa takut dan tekanan, serta bebas mengekspresikan perilaku alaminya.
“Meskipun satwa diberi makan setiap hari, kebutuhan mereka untuk mengekspresikan perilaku alami seperti berburu dan berinteraksi sosial tidak bisa digantikan,” tegasnya.
Kondisi tertekan di dalam kandang kerap membuat satwa berusaha melarikan diri. Bahkan, satwa yang sudah lama bergantung pada manusia sering kali kembali mendekati permukiman ketika lepas.
“Satwa yang sudah lama dikandangkan dan terbiasa diberi makan manusia akan memiliki ketergantungan pada suplai makanan tersebut. Karena itu, ketika lepas, mereka cenderung kembali mendekati lingkungan manusia,” jelasnya.
Sebagai solusi jangka panjang, Mustari menekankan pentingnya konservasi in-situ, yakni perlindungan satwa di habitat alaminya. Menurutnya, pendekatan ini lebih efektif karena menjaga keanekaragaman hayati sekaligus kestabilan ekosistem.
“Dengan konservasi in-situ, sumber air, iklim mikro, dan keseimbangan ekologis dapat terjaga dengan baik,” tutur Mustari.
Ia menambahkan, upaya penangkaran hanya bisa menjadi pelengkap jika habitat aslinya sudah tidak memungkinkan.
Namun, pengelola harus memastikan standar kesejahteraan satwa tetap tinggi agar hewan tidak stres dan berpotensi kabur.
“Pihak pengelola hendaknya memperhatikan faktor keamanan dan kesejahteraan satwa. Pemerintah, dalam hal ini BBKSDA dan Kementerian Kehutanan, perlu memperketat pengawasan terhadap lembaga konservasi seperti kebun binatang, taman margasatwa, dan taman safari agar kejadian serupa tidak terulang,” tegasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Macan Tutul Masuk Hotel di Bandung, Pakar IPB: Satwa Liar Tak Cocok Hidup di Kandang Sempit Regional 11 Oktober 2025
/data/photo/2025/10/06/68e35ec558769.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)