Jakarta, Beritasatu.com – Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Jahen F Rezki memprediksi, kenaikan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen diikuti dengan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen bisa memicu gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran pada 2025.
Jahen F Rezki menilai, kenaikan tarif PPN sebesar satu persen dari 11 persen menjadi 12 persen ini bukan hanya membebani masyarakat, tetapi juga kalangan pengusaha. Biaya yang dikeluarkan perusahaan akan lebih tinggi, sehingga memaksa pengusaha mengefisiensikan pengeluaran, salah satunya dengan cara melakukan PHK pekerja.
“Peluang PHK pasti selalu ada, karena cost yang harus dibayarkan pengusaha semakin besar. Pertama, tentunya barang yang dihasilkan akan lebih mahal, terus di sisi kedua maka perusahaan perlu meningkatkan cost untuk gaji. Kalau misalnya konsumsi masyarakat turun, salah satu pilihan kebijakan yang bisa diambil dengan mengurangi jumlah pegawai, tetapi kita tidak berharap hal itu berlaku,” jelas Jahen F Rizki dalam diskusi Beritasatu Special The Forum bertajuk “Simalakama Rencana Kenaikan PPN Jadi 12 Persen” pada Kantor B-Universe, PIK 2, Tangerang, Selasa (3/12/2024).
Jahen menilai, pemerintah seharusnya menggali potensi penerimaan negara dari sumber lain selain menaikkan tarif PPN. Beberapa di antaranya yakni meningkatkan basis pajak (tax base) dengan mengurangi sektor informal dalam perekonomian.
“Terus yang kedua, pemerintah harus inisiatif mencari sumber pajak. Jadi enggak hanya PPN, PPN mungkin bisa jadi alternatif yang terakhir nanti. Misalnya, tadi ada perampasan aset, meningkatkan tax base, atau juga mencoba untuk melihat sektor yang masih shadow ekonomi atau underground ekonomi,” tandasnya.