Jakarta (ANTARA) – Sejumlah lembaga dan asosiasi jasa keuangan serta asosiasi perempuan pengusaha menandatangani komitmen Women Entrepreneurs (WE) Finance Code di Indonesia, sesuai dengan tugas, fungsi, dan mandat masing-masing institusi.
WE Finance Code bertujuan untuk menutup kesenjangan akses pembiayaan yang dialami perempuan pengusaha, utamanya UMKM perempuan, yang terjadi di seluruh dunia.
“Partisipasi perempuan pengusaha yang memiliki atau memimpin UMKM terhadap perekonomian sangat signifikan dan berpotensi menjadi semakin besar dengan pemberian dukungan dan pendampingan yang tepat, salah satunya melalui WE Finance Code,” kata Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Kementerian Keuangan Adi Budiarso, dikutip di Jakarta, Rabu.
Penandatanganan kali ini merupakan tahap pertama, dan tahap-tahap berikutnya akan dilanjutkan dalam tahun 2025.
Adapun lembaga jasa keuangan dan asosiasi yang melakukan penandatanganan di antaranya BCA, BTPN Syariah, BJB, Nobu Bank, AFSI (Asosiasi Fintech Syariah Indonesia), IWAPI (Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia), PERSAMI (Perhimpuan Saudagar Muslimah Indonesia), Amartha, Gradana, Hijra Group “Alami”, dan Koperasi Mitra Dhuafa (Komida).
Dalam mengimplementasikan WE Finance Code, Indonesia didukung oleh Asian Development Bank (ADB) dan Islamic Development Bank (IsDB).
Dukungan itu bertujuan untuk menciptakan serangkaian standar dan ekspektasi yang sama tentang bagaimana mendukung usaha yang dimiliki atau dipimpin oleh perempuan guna meningkatkan akses pembiayaan bagi mereka.
Beberapa output yang diharapkan dari implementasi WE Finance Code di Indonesia. Pertama, disepakati dan ditetapkannya definisi women entrepreneurs atau perempuan pengusaha.
Penetapan definisi yang disepakati bersama ini akan menjadi langka awal dan menyatukan langkah bersama ke depan secara integratif. Dalam waktu dekat, definisi tersebut akan diintegrasikan ke dalam Peraturan Presiden yang sedang disiapkan oleh Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Kedua, dikembangkannya dan dimanfaatkannya sex disagregated data (SDD) terutama bagi para penyusun kebijakan dan program, baik instansi pemerintah, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta lembaga jasa keuangan dan asosiasi.
Ketersediaan SDD disebut penting untuk mengetahui perkembangan dan sekaligus menyatukan langkah bersama. Seluruh pemangku kepentingan dapat melakukan penyempurnaan atas kebijakan dan programnya guna mempercepat turunnya kesenjangan atas akses pembiayaan yang dialami UMKM perempuan.
Kedua output tersebut diharapkan dapat mendorong terwujudnya output ketiga, yaitu mendorong para investor untuk mendukung proses pelaksanaan WE Finance Code di Indonesia melalui aksi-aksi nyata untuk menutup kesenjangan atas akses pembiayaan yang dialami UMKM perempuan.
Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024