Legalitas Tanah Dipersoalkan, Warga Soroti Penertiban Permukiman di TPU Kebon Nanas
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Sekretaris RW 05 Cipinang Besar Selatan, Muhammad Yusuf, menyatakan kebingungan atas rencana Pemerintah Kota (Pemkot) dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menertibkan permukiman yang berdiri di atas TPU Kebon Nanas dan TPU Kober Rawa Bunga.
Ia menyebut sejumlah warga mengaku memiliki legalitas atas tanah yang telah mereka tempati meski berada di area makam.
Yusuf menjelaskan bahwa sebagian warga membeli bidang tanah di kawasan TPU dari yayasan yang sebelumnya mengelola area pemakaman tersebut.
“Di warga kami ada beberapa yang sudah terjadi transaksi jual beli yang sah pak, atas nama yayasan dan tanda tangan dari ahli waris (makam),” kata Yusuf saat dikonfirmasi, Minggu (23/11/2025).
Ia menambahkan bahwa pada 2018 warga di
TPU Kebon Nanas
telah mengikuti program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Beberapa bidang tanah bahkan disebut sudah memiliki sertifikat dan Akta Jual Beli (AJB).
“Karena sudah terdaftar di BPN. Pengurusan PTSL teregister 2018, Kasi Pemerintah (Kelurahan) saat itu pun mengiyakan kalau itu bukan lahan Pemda,” ujar Yusuf.
Pemerintah Kota Jakarta Timur menyiapkan langkah penertiban terhadap permukiman warga yang berdiri di atas TPU Kebon Nanas dan
TPU Kober Rawa Bunga
, Jatinegara.
Langkah ini diambil untuk mengembalikan fungsi asli lahan pemakaman yang selama bertahun-tahun berubah menjadi kawasan hunian padat.
Pemkot menegaskan bahwa proses tersebut bukan merupakan penggusuran, melainkan pengembalian lahan makam.
“Kami tidak bilang menggusur tapi kita minta dikembalikan. Minta dikembalikan lahan (TPU) yang digunakan mereka,” kata Sekretaris Kota Jakarta Timur, Eka Darmawan, melalui keterangan pada Jumat (21/11/2025).
Berdasarkan pendataan, terdapat 280 kepala keluarga (517 jiwa) yang tinggal dan membangun rumah di atas dua TPU tersebut. Pemkot akan memulai sosialisasi sebelum pelaksanaan pengosongan.
”
Deadline
-nya untuk pengosongan ini kira tahapannya dalam waktu dua minggu. Kita kasih SP 1, SP 2, dan SP 3 terlebih dahulu,” kata Eka.
Eka menjelaskan bahwa kebutuhan lahan pemakaman di DKI Jakarta, khususnya Jakarta Timur, berada dalam kondisi krisis.
“Karena selama ini kan mereka (warga) menempati lahan, dan belum memahami bahwa kebutuhan lahan (makam) yang ada di Provinsi DKI itu krisis. Terutama di Jakarta Timur,” ujar Eka.
Permukiman liar di TPU Kebon Nanas dan sekitarnya bukan fenomena baru. Menurut warga setempat, area tersebut telah dihuni sejak dekade 1980-an.
“Tahun 1980-an itu yang tinggal di atas pemakaman itu hanya satu kepala keluarga, tapi mulai banyak yang pindah ketika adanya penggusuran,” kata Ketua RT 015/RW 002 Cipinang Besar Selatan, Sumiati.
Sumiati menjelaskan bahwa saat itu banyak warga tinggal di bantaran kali dan lahan yang sempat direncanakan menjadi kantor Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).
“Dulu sebelum ada KLH itu kan lapangan gitu, terus warga itu ada yang tinggal di pinggir kali di belakang kantor KLH tahun 1997 kena gusur gitu,” ungkapnya.
Warga yang terdampak penggusuran pada 1997 hanya menerima uang kerohiman sebesar Rp 600.000.
“Sementara kan uang segitu untuk ngontrak paling juga bertahan beberapa bulan gitu. Akhirnya mereka pindah lah tuh ke atas pemakaman Cina ini tahun 1997,” kata Sumiati.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Legalitas Tanah Dipersoalkan, Warga Soroti Penertiban Permukiman di TPU Kebon Nanas Megapolitan 23 November 2025
/data/photo/2025/07/31/688aa90eb819a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)