Jakarta, CNN Indonesia —
Polda Sumatera Barat (Sumbar) menghentikan penyelidikan kasus Afif Maulana (13), siswa SMP yang ditemukan tewas di bawah Jembatan Batang Kuranji.
Polda pun menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan atau SP2 Lidik kasus tersebut.
Merespons hal tersebut, LBH Padang menyatakan pihak keluarga korban dan kuasa hukumnya belum dapat berkomentar banyak karena belum menerima SP2 Lidik tersebut. Walaupun demikian LBH Padang menyatakan mereka akan mengambil langkah hukum terkait keputusan Polda Sumbar tersebut.
“Korban dan kuasa hukum belum menerima Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP2 Lidik). Selanjutnya Korban dan kuasa hukum akan mengambil langkah hukum ketika telah menerima surat SP2 Lidik,” demikian keterangan resmi LBH Padang yang diterima, Rabu (1/1).
Lebih lanjut, di dalam rilis tersebut, LBH Padang menyatakan pada Selasa (31/12) lalu, pihak kuasa hukum dan keluarga korban hadir mengikuti gelar perkara khusus dugaan tindak pidana penyiksaan yang berujung kepada kematian terhadap Afif Maulana. Gelar perkara itu dilakukan dalam dua termin pada hari tersebut.
“Gelar perkara dipimpin oleh Kabag Wanssidik Ditreskrimum Polda Sumbar AKBP Hendri Yahya yang dihadiri oleh bagian Internal dan Eksternal Polda Sumatera , Penyidik Unit Jatanras dari Polresta Padang dan juga korban beserta kuasa hukumnya (LBH Muhammadiyah dan LBH Padang),” demikian keterangan LBH Padang.
LBH Padang menyatakan setelah selesai gelar perkara, dan pihak kuasa hukum keluarga korban meninggalkan Polda Sumbar tidak ada komunikasi dari penyidik Polda Sumbar soal rencana menyetop penyelidikan, dan baru tahu setelah diumumkan ke publik oleh Kapolda Sumbar Irjen Pol Suharyono pada sore harinya.
“Setelah gelar perkara termin 1 kuasa hukum meninggalkan Mapolda Sumatera Barat dan gelar perkara termin 2 dilanjutkan. Tanpa komunikasi dengan korban dan kuasa hukum pada sore harinya Kapolda Irjen Pol Suharyono mengumumkan ke publik telah dihentikan penyelidikan kasus Afif Maulana,” imbuhnya.
Saat gelar perkara termin 1 tersebut, kuasa hukum korban yakni Syafril Elain sempat mempertanyakan alasan mereka tak diperlihatkan atau dibagikan temuan dari penyidik dalam kasus dugaan penganiayaan berujung kematian Afif tersebut. Selain itu gelr perkara termin 2 pun dilakukan tertutup tanpa melibatkan pihak korban maupun kuasa hukum.
“Kuasa hukum menilai proses gelar perkara termin 1 tidak transparan dan akuntabilitas. Gelar perkara termin 2 juga tidak memiliki alasan hukum untuk yang kuat untuk tidak melibatkan korban namun tetap tertutup,” katanya.
Pengacara publik LBH Padang yang juga jadi kuasa hukum korban, Adrizal, menduga ada ketidakprofesionalan dan ketidakseriusan penyidik untuk menuntaskan dan memberikan keadilan serta kepastian hukum kepada korban.
Poin-poin dugaan ketidaktransparansian dalam proses penyelidikan itu, kata dia di antaranya, “Penyidik diduga tidak mendalami terkait dengan dugaan penyiksaan terhadap alm. Afif Maulana melalui saksi fakta yang dihadirkan di depan penyidikan bahkan kami khawatir proses BAP yang dilakukan hanya berfokus kepada proses tawuran dan perkataan ajakan melompat.”
Selain itu, sambungnya, “Penyidik tidak mendalami terkait dengan pernyataan ahli forensik Ade Firmansyah terhadap 19 sampel yang terdiri 16 dari jaringan lunak dan 3 jaringan keras yang merupakan tanda kekerasan yang diambil dari tubuh alm. Afif Maulana sewaktu proses ekshumasi.”
Kemudian, “Penyidik tidak menjelaskan bagaimana dari hasil CCTV yang diamankan padahal di dalam langkah penyelidikan dijelaskan pada tanggal 24 Juni 2024 telah dilakukan pendataan dan pengecekan CCTV, dan sudah dilakukan pengamanan terhadap hasil CCTV.”
Selain itu penyidik tak menjelaskan hasil pemeriksaan labfor terkait ponsel milik almarhum Afif yang dilakukan pada 3 Juli 2024.
Penjelasan Kapolda Sumbar
Sebelumnya, Kapolda Sumbar Irjen Suharyono mengatakan penerbitan SP2 Lidik dalam kasus Afif itu merupakan keputusan gelar perkara yang dilakukan secara profesional dan terintegrasi. Ia mengaku penerbitan itu untuk memberi kepastian hukum karena tidak menggantungkan kasus.
“Saya ingin memastikan agar kasus ini tidak menggantung. Berdasarkan hasil gelar perkara yang melibatkan Dirkrimum beserta seluruh tim, termasuk keluarga korban dan ahli, kami akan menghentikan kasus ini dengan menerbitkan SP2 Lidik,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (31/12).
Suharyono mengatakan sebelumnya tim dokter forensik independen juga telah mengungkap penyebab kematian Afif bukan karena penganiayaan melainkan akibat jatuh dari ketinggian dan terbentur benda keras.
“Kita sudah mengetahui bersama bahwa keputusan ketua tim dan anggotanya yang terdiri tidak kurang 15 dokter forensik itu sudah menyatakan penyebab kematian Afif Maulana bukan karena penganiayaan,” tuturnya.
“Tapi, karena benturan benda keras. Jadi tubuh yang menghampiri benda keras, bukan benda keras yang menghampiri tubuhnya. Itu sebenarnya sudah terekspos sejak empat atau lima bulan yang lalu,” imbuh jenderal bintang dua tersebut.
Suharyono mengatakan walau telah dihentikan, kepolisian tetap mempersilakan pihak keluarga berkoordinasi dengan penyidik apabila nantinya memang ditemukan bukti baru terkait kematian Afif.
“Jika ada bukti-bukti baru yang menguatkan terkait masalah ini, silakan koordinasi dengan penyidik,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Suharyono menegaskan penerbitan SP2 Lidik dalam kasus itu bukan karena kepolisian menanggap kematian Afif sebagai hal yang sepele, melainkan sebagai bentuk keseriusan dalam menangani kasus ini dan untuk memberikan kepastian hukum.
“Ini bukan berarti kami menganggap masalah ini sepele. Justru, ini bagian dari keseriusan kami dalam menangani kasus ini agar ada kepastian hukum dan tidak menggantung,” jelasnya.
(kid)
[Gambas:Video CNN]