Larang Pengecer Jual Elpiji 3 Kg, Bagaimana Nasib Lansia yang Berjualan Gas?
Tim Redaksi
KULON PROGO, KOMPAS.com –
Kebijakan pengetatan penjualan tabung gas 3 kilogram di Kalurahan Wates, Kapanewon Wates, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, membuat sejumlah pengecer khawatir akan kehilangan mata pencarian mereka.
Sejumlah pengecer memilih untuk tidak berkomentar banyak mengenai kebijakan ini.
Hal itu lantaran belum ada formula distribusi yang jelas untuk memastikan elpiji tetap sampai ke tangan konsumen yang membutuhkan.
Salah satu pengecer, Ashurin, mengaku setiap hari mengantarkan puluhan tabung gas menggunakan sepeda motor ke berbagai pelanggan di wilayah Wates dan sekitarnya.
Pria berusia 70 tahun itu melakukan aktivitas ini dilakukan sejak pagi hingga sore hari.
Dia melayani berbagai rumah tangga serta usaha kecil yang mengandalkan pasokan gas dari pengecer.
“Saya mengantar pakai motor Suzuki Smash,” katanya.
Ashurin sudah punya banyak pelanggan. Ia bisa memperoleh tabung gas dari sekitar 14 pangkalan gas di Wates dan kecamatan sebelah.
Rata-rata ia bisa mendapat 10 tabung gas dari satu pangkalan untuk kemudian diedarkan ke pelanggan.
Ia membeli elpiji 3 kg dari pangkalan Rp 18.500 per tabung. Ia menjualnya ke pelanggan Rp 21.000 per tabung, dekat maupun sejauh yang sanggup didatangi motornya.
Selain itu, Ashurin ini juga mengisi hari-harinya dengan mengantar sedikitnya lima galon air mineral.
Ashurin mengaku akan kehilangan banyak keuntungan kalau kebijakan pemerintah ini benar-benar diteruskan. Namun demikian, ia meyakini bisnis antar dan mengecer tetap berjalan seperti sedia kala.
Pasalnya, pangkalan tidak mungkin menjangkau pelanggan terjauh meski dalam satu wilayah Wates. Banyak pelanggan yang juga berusia senja sehingga tidak mungkin mengambil sendiri tabung ke toko, pengecer, apalagi pangkalan.
“Tidak mungkin pemakai beli di pangkalan. Jadi kalau pangkalan dapat barang pasti dilempar ke pengecer,” kata Ashurin.
“Pangkalan itu juga tidak ada penghasilan kalau tidak ada yang mengecer,” kata Ashurin.
Karenanya, Ashurin mengaku mengambil sikap tenang. Ia meyakini, persoalan gas 3 kg akan kembali membaik dan semua kembali normal seperti biasa.
“Mau tak mau orang yang jadi pangkalan ya tetap ingin market pengecer agar orang dapat barang. Masak mau antar satu satu ke mana-mana. Mereka tidak mungkin jual sendiri,” katanya.
Sementara itu, penjual rumahan Mbah Parjiman, wanita lanjut usia yang jualan dari pintu rumah, tinggal di dusun kecil di Wates. Ia hidup bersama suaminya yang sudah tidak bisa mendengar.
Mbah Parjiman bisa menjual gas 15 tabung dalam satu minggu. Pelanggannya adalah para tetangga sendiri yang diantaranya juga adalah para lansia.
Ia membangun usah perlahan hingga punya 15 tabung yang dibeli berangsur antara 100.000 – 150.000 per tabung.
Ia mendapatkan Rp 18.500-19.000 per tabung dari pangkalan, lantas menjual gas ke tetangga antara Rp 21.000-Rp 22.000 per tabung.
Selain jualan gas, ia menjual telor ayam dan beras eceran. Orang-orang datang mengambil barang ke rumahnya atau diantarkan. Lansia ini menunggu pelanggan sambil tidur-tiduran di usia senjanya.
Salah satu anaknya cukup banyak membantu kelancaran jualan Mbah Parjiman.
“Untuk makan sehari-hari. Ruginya banyak (bila usaha berhenti),” kata Mbah Parjiman didampingi anaknya.
Mbah Parjiman mengaku belum tahu seutuhnya kebijakan pemerintah soal larangan bagi pengecer, kecuali mengurus NIB. Mereka berharap masih bisa berusaha demi penghidupan yang mengandalkan kekuatan sendiri di hari tua.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Larang Pengecer Jual Elpiji 3 Kg, Bagaimana Nasib Lansia yang Berjualan Gas? Regional 4 Februari 2025
/data/photo/2025/02/03/67a09c03ce8e5.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)