Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Laporan Polisi Sekuriti Hotel Fairmont Dinilai Pengalihan Isu Penolakan RUU TNI Megapolitan 19 Maret 2025

Laporan Polisi Sekuriti Hotel Fairmont Dinilai Pengalihan Isu Penolakan RUU TNI
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        19 Maret 2025

Laporan Polisi Sekuriti Hotel Fairmont Dinilai Pengalihan Isu Penolakan RUU TNI
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Tim Advokasi Untuk Demokrasi (
TAUD
) menilai
laporan polisi
oleh sekuriti
Hotel Fairmont
terhadap dua aktivis
Koalisi Masyarakat Sipil
merupakan upaya mengalihkan isu penolakan Revisi Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI).
“Bahwa laporan ini bagian dari upaya mendistraksi konsentrasi para sipil yang mengawasi
RUU TNI
,” ujar anggota TAUD, Erwin Natasomal Oemar di Polda Metro Jaya, Selasa (18/3/2025).
Erwin menganggap bahwa laporan polisi ini sebagai bentuk Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP).
“Jadi kemudian upaya-upaya kami mengadvokasi terhadap situasi hari ini terdistraksi. Nah pelaporan ini salah satu contohnya,” kata dia.
Di sisi lain, Erwin menilai bahwa laporan polisi terhadap dua aktivis Koalisi Masyarakat Sipil merupakan sinyal terhadap narasi “Indonesia Gelap.”
“Jika kawan-kawan mengatakan bahwa narasi Indonesia Gelap itu tidak ada, ini contoh kasus yang sebenarnya,” kata dia.
“Ini pintu masuk atau sinyalemen yang jelas bahwa kita sedang memasuki Indonesia yang sangat gelap,” pungkas dia.
Diberitakan sebelumnya, dua aktivis dari Koalisi Masyarakat Sipil, Andrie Yunus dan Javier Maramba Pandin, dilaporkan ke Polda Metro Jaya usai menggeruduk rapat pembahasan Revisi Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, Sabtu (15/3/2025).
Laporan yang dibuat oleh seorang petugas keamanan Hotel Fairmont berinisial RYK dengan korban anggota rapat RUU TNI itu teregistrasi dengan nomor LP/B/1876/III/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA.
Mereka diduga mengganggu ketertiban umum, melakukan perbuatan memaksa disertai ancaman kekerasan, atau menghina penguasa maupun badan hukum di Indonesia.
Dalam laporan tersebut, mereka dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 172 KUHP dan/atau Pasal 212 KUHP dan/atau Pasal 217 KUHP dan/atau Pasal 335 KUHP dan/atau Pasal 503 KUHP dan/atau Pasal 207 KUHP.
Adapun tiga aktivis dari Koalisi Masyarakat Sipil mendobrak pintu ruang rapat tersebut menuntut agar pembahasan RUU TNI dihentikan karena dinilai tidak transparan dan berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi TNI.
Salah satu aktivis dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Andrie, mencoba memasuki ruang rapat yang berlangsung di ruang Ruby 1 dan 2.
Namun, ia dihalangi oleh dua staf berbaju batik hingga sempat terdorong dan terjatuh.
“Ini pintu masuk atau sinyalemen yang jelas bahwa kita sedang memasuki Indonesia yang sangat gelap,” teriaknya sambil kembali bangkit.
Di depan pintu yang telah tertutup, Andrie bersama dua aktivis lainnya terus meneriakkan tuntutan mereka agar pembahasan RUU TNI dihentikan.
“Woi, Anda mendorong! Teman-teman, bagaimana kita kemudian direpresif?” serunya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Merangkum Semua Peristiwa