TRIBUNJATENG.COM, UNGARAN – Pelaksanaan kirab budaya dalam rangka HUT ke-504 Kabupaten Semarang di pusat kota Ungaran, Ungaran Timur, berlangsung meriah pada Kamis (17/4/2025) siang hingga sore.
Para peserta, baik dari kalangan pelajar, kolaborasi kelompok kesenian hingga perwakilan kecamatan di wilayah Bumi Serasi menunjukkan penampilan terbaiknya.
Satu di antara peserta, kontingen dari Kecamatan Pringapus menghadirkan tema karnaval yang cukup unik.
Mereka menampilkan tarian, membawa kuda lumping raksasa dan juga replika Tugu Peringatan Pringapus.
Penampilan mereka memiliki makna bertema sejarah perjuangan warga Pringapus saat masa Agresi Militer II, 27 Juni 1947.
Ketua Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan (LLK) Kecamatan Pringapus, Mamiek Pramudya mengatakan bahwa replika tugu yang dibawa membawa semangat pertempuran kala itu.
“Kreasi kami membuat tugu peringatan karena memang ada kejadian perundingan yang berakhir pertempuran saat Agresi Militer II.
Kami juga tampilkan kuda lumping karena pasukan kita, pejuang-pejuang lokal, berkamuflase menjadi petani dan lain-lain sehingga Belanda tidak tahu siasat kita,” kata Mamiek seusai penampilan kirabnya.
Dia menambahkan, pihaknya ingin menyampaikan pesan ke para penonton bahwa terdapat semangat perjuangan yang tinggi dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Penampilan dari kontingen mereka juga dilengkapi dengan narasi-narasi cerita sejarah yang dibacakan oleh panitia.
“Supaya kita tidak melupakan sejarah, yang dulu muncul agar semangatnya terbawa sampai hari ini.
Maka narasi yang kami buat juga dibacakan saat penampilan kami,” imbuh Mamiek.
Titik puncak kemeriahan acara terjadi di sekitar panggung yang menjadi garis akhir pawai tersebut.
Bupati Semarang, Ngesti Nugraha dan pejabat lain menyambut para peserta dengan bersalaman, ikut menari, dan berfoto.
Para warga memadati sepanjang rute yang dilalui karnaval.
Ngesti Nugraha mengungkapkan, kirab ini rutin diadakan dan menjadi satu di antara rangkaian peringatan Hari Jadi Kabupaten Semarang.
Menurut dia, antusiasme warga setempat untuk menonton dan bersenang-senang dinilai sangat tinggi.
Meskipun demikian, terdapat perbedaan jumlah peserta yang lebih sedikit dibanding tahun sebelumnya karena efisiensi anggaran.
“Yang terpenting, agenda tahunan tetap kami selenggarakan dan rutin karena ini merupakan tradisi.
Terbukti, meski ada perbedaan ini tidak menyurutkan antusiasme warga yang hadir,” ungkap dia.
Orang nomor wahid di Kabupaten Semarang tersebut mengaku, pihaknya bisa tetap melestarikan kebudayaan dan kesenian.
Hal itu seiring dengan adanya seniman di wilayah Bumi Serasi yang berlimpah sebanyak sekitar 4.600 kelompok.
Pemkab Semarang juga menganggarkan dana bantuan sebanyak Rp10 miliar bagi para seniman untuk kostum, peralatan, serta pementasan.
“Setiap tahunnya ada 1.000-an kelompok kesenian yang kami bantu, artinya bergilir, serta anggaran untuk pentas seni ini untuk menggerakan seni budaya.
Sehingga bisa meningkatkan perekonomian masyarakat, peningkatan UMKM yang ke depan akan semakin berkembang,” pungkas dia. (*)
