TRIBUNNEWS.COM – Kuba akan bergabung dengan Afrika Selatan untuk menuntut Israel di Mahkamah Internasional (ICJ) mengenai kasus genosida di Jalur Gaza.
“Kuba, dengan mengacu pada Pasal 63 Statuta Mahkamah, telah mengajukan deklarasi intervensi ke Kepaniteraan Mahkamah dalam kasus mengenai Penerapan Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida di Jalur Gaza,” kata ICJ dalam sebuah pernyataan, Senin (13/1/2025).
Dengan deklarasi tersebut, Kuba bergabung dengan Turki, Nikaragua, Kolombia, Libya, Meksiko, Palestina, dan Spanyol dalam kasus tersebut.
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Kuba mengindikasikan keprihatinan yang sama dengan Afrika Selatan terhadap genosida yang dilakukan Israel di Jalur Gaza.
“Havana mempunyai keprihatinan yang sama dengan yang diungkapkan oleh Republik Afrika Selatan terhadap Israel, akibat genosida di Palestina,” bunyi pernyataan kementerian itu.
“Pengadilan sedang melalui titik balik sejarah yang kompleks, di mana kredibilitas sistem hukum, yang dibangun setelah Perang Dunia II, terancam runtuh selamanya,” tambahnya.
Kuba menekankan negaranya wajib menerapkan tindakan untuk menghukum kejahatan genosida berdasarkan Konvensi PBB tentang Pencegahan Genosida tahun 1948.
“Sebagai pihak dalam Konvensi 1948 tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida, Kuba berkewajiban untuk menerapkan semua tindakan untuk mencegah dan menghukum kejahatan genosida terhadap siapa pun yang berupaya menghancurkan suatu bangsa, etnis atau ras atau agama, secara keseluruhan atau sebagian,” kata kementerian itu, seperti diberitakan Al Mayadeen.
Sebelumnya pada akhir Desember 2023, Afrika Selatan mengajukan gugatan terhadap Israel ke ICJ karena dianggap melanggar Konvensi PBB tentang Pencegahan Genosida tahun 1948.
Afrika Selatan meminta ICJ untuk memutuskan tindakan pencegahan mengingat keseriusan situasi di Jalur Gaza.
Pada tanggal 11-12 Januari 2024, ICJ menggelar sidang di Den Haag mengenai permintaan tindakan pencegahan genosida yang harus diterapkan oleh Israel di Jalur Gaza.
Pada 26 Januari 2024, ICJ mengeluarkan instruksi terhadap Israel untuk sepenuhnya mematuhi arahan ICJ.
Namun, pada 26 Februari 2024, Amnesty International dan Human Rights Watch mengatakan Israel tidak mematuhi arahan ICJ dan terus membatasi alisan bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza serta meluncurkan serangan ke rakyat Palestina.
Pada Oktober lalu, Afrika Selatan telah menyerahkan bukti genosida yang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina.
Sementara itu, Israel menolak tuduhan Afrika Selatan dan mengklaim penyerahan kasus tersebut ke ICJ merusak kredibilitas pengadilan.
Jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 46.584 jiwa dan 109.731 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Senin (13/1/2025) menurut Kementerian Kesehatan Gaza, dan 1.147 kematian di wilayah Israel, dikutip dari Anadolu Agency.
Sebelumnya, Israel mulai menyerang Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023), untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa sejak pendirian Israel di Palestina pada 1948.
Israel mengklaim, ada 101 sandera yang hidup atau tewas dan masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 sandera Palestina pada akhir November 2023.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel