Kronologi Meninggalnya Balita Hanania yang Sempat Dirawat di Klinik Sidoarjo Surabaya 28 Agustus 2025

Kronologi Meninggalnya Balita Hanania yang Sempat Dirawat di Klinik Sidoarjo
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        28 Agustus 2025

Kronologi Meninggalnya Balita Hanania yang Sempat Dirawat di Klinik Sidoarjo
Tim Redaksi
SIDOARJO, KOMPAS.com
– Hanania Fatin Majida, balita berusia 2,5 tahun meninggal dunia setelah mengalami kejang serta demam tinggi dan sempat dirawat di Klinik Siaga Medika, Sidoarjo, Jawa Timur.
Kasus ini juga menyoroti sistem kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Penerima Bantuan Iuran (PBI) atau Kartu Indonesia Sehat (KIS).
Mulanya, pasien Hanania diantar oleh orangtuanya bersama neneknya ke Klinik Siaga Medika pada 30 Mei 2025 sekitar pukul 20.00 WIB dengan gejala panas tinggi dan sulit makan minum.
Pihak klinik melakukan pemeriksaan dan uji laboratorium.
Hasilnya, dinyatakan normal, tetapi tes widalnya positif tifoid atau tifus sehingga harus dilakukan rawat inap.
Saat proses administrasi, diketahui bahwa BPJS KIS milik pasien tidak aktif atau tidak tertanggung, sehingga orangtua harus membayar secara mandiri.
“Padahal kami sangat bergantung dengan KIS karena kondisi kami pas-pasan,” kata ayah Hanania, Hasan Bisri, Selasa (26/8/2025).
Setelah tiga hari perawatan, kondisi pasien fluktuatif.
Panasnya sempat turun dari 39,2 menjadi 36,6.
Hanya saja, keluhannya masih sulit makan dan minum.
Tangan kiri pasien saat diinfus mengalami bengkak, sehingga dokter memindahkan selang infus ke tangan kanan.
Namun, kondisinya tetap sama, bengkak.
Puncaknya, di hari kelima pada 4 Agustus 2025, sekitar pukul 19.15 WIB, pasien mengalami panas tinggi hingga kejang.
Orangtua pun melapor ke dokter.
Dokter di klinik melakukan uji laboratorium kembali dan kondisi pasien menurun, sehingga pasien harus dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas yang lengkap.
Namun, karena kendala BPJS yang tidak aktif, orangtua pasien diharuskan melunasi biaya mandiri klinik terlebih dahulu sebelum dirujuk.
Ekonomi yang pas-pasan membuat orangtua pasien kesulitan memenuhi biaya klinik sebesar Rp 3.020.000.
Hingga akhirnya, terpaksa menggunakan Kartu Keluarga (KK) sebagai jaminan. “Kami terpaksa menyerahkan KK asli sebagai jaminan, barulah rujukan diberikan,” ucap ibu pasien, Aini.
Saat tiba di RSUD Sidoarjo, kondisi pasien yang sudah kritis pun tidak dapat diselamatkan hingga akhirnya dinyatakan meninggal dunia.
Namun, di rumah sakit inilah orangtua pasien baru mengetahui bahwa BPJS-nya aktif, setelah diberi tahu oleh pihak rumah sakit.
Perasaannya bingung bercampur sedih.
Orangtua pasien merasa kecewa dengan pelayanan Klinik Siaga Medika yang sebelumnya menyatakan bahwa BPJS tidak aktif, sehingga mereka menilai hal tersebut menyebabkan lambannya penanganan.
Merespons hal itu, klinik mengatakan bahwa pihaknya tidak mengetahui perubahan status BPJS pasien selama proses perawatan karena tidak ada yang melapor.
“Nah, keluarga sendiri pun tidak tahu kalau kartunya aktif. Tidak tahu siapa yang mengurus tiba-tiba aktif,” kata dokter Klinik Siaga Medika, E (29).
Sehingga, klinik membantah adanya dugaan malaadministrasi karena menegaskan pihaknya tidak mengetahui bahwa kartu BPJS pasien aktif saat dirujuk.
“Di awal ada administrasi rawat inap. Pertama kita cek NIK, BPJS-nya memang tidak aktif dan BPI-nya tidak tertanggung. Kami juga menginformasikan untuk persetujuan tanda tangan bahwa pasien bersedia menggunakan mandiri,” katanya.
Pihak administrasi klinik melakukan pengecekan untuk keaktifan kartu BPJS, dan hasilnya aktif mulai tanggal 1 Mei 2025.
“Kami tidak tahu karena tidak ada konfirmasi dari keluarga. Kami sudah mengingatkan, apabila BPJS-nya sudah aktif agar segera melapor,” ucapnya.
Sementara itu, klinik juga membantah adanya dugaan malapraktik. Sebab, kondisi orang sakit bisa berbeda antara diagnosis awal dan akhir.
“Jadi, orang sakit itu tidak melulu sakitnya hanya satu. Bisa jadi, selama perawatan dia ada gejala lain. Jadi, diagnosis awal dan akhir bisa berbeda. Gejala awalnya tifoid, tidak mengarah ke demam berdarah. Tahunya selama perjalanan perawatan, tahunya kejang tadi,” ucapnya.
Kasus ini masih bergulir, tetapi belum ada pelaporan resmi ke pihak berwajib dan dalam proses penyelesaian di tingkat Pemkab Sidoarjo.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.