Kronologi Berdirinya Jembatan Perahu Haji Endang Beromzet Rp 20 Juta Per Hari Bandung 29 April 2025

Kronologi Berdirinya Jembatan Perahu Haji Endang Beromzet Rp 20 Juta Per Hari
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        29 April 2025

Kronologi Berdirinya Jembatan Perahu Haji Endang Beromzet Rp 20 Juta Per Hari
Tim Redaksi
KARAWANG, KOMPAS.com

Jembatan perahu
beromzet Rp 20 juta di
Karawang
, Jawa Barat, kembali menjadi perhatian publik.
Pasalnya, baru-baru ini Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum memasang spanduk yang menyebut jembatan itu tak memiliki izin untuk beroperasi.
Jembatan perahu itu milik Muhammad Endang Juanedi atau kerap dipanggil
Haji Endang
.
Endang bercerita, jembatan yang menyeberangi
Sungai Citarum
dan menghubungkan Desa Anggadita, Kecamatan Klari, dan Desa Parungmulya, Kecamatan Ciampel, itu berdiri melalui proses yang panjang.
Awalnya, jembatan yang berada di Dusun Rumambe 1, Desa Anggadita, Kecamatan Klari, itu hanyalah perahu penyeberangan biasa yang terbuat dari kayu.
Pembuatan jembatan ini berawal dari permintaan seorang tokoh Dusun Rumambe kepadanya pada 2010 lalu.
“Karena jalan buntu, agar kampungnya enggak terisolasi, maka perlu dibangun penyeberangan. Dulu ini tempat menyeberang kerbau,” kata dia.
Endang mengaku sempat meminta izin kepada Bupati Karawang saat itu, Dadang S Muchtar.
Endang menawarkan kerja sama dengan pemda. Namun, karena sejumlah alasan, termasuk risiko, Dadang menyarankan Endang menjalankannya sendiri.
Endang lalu memberitahukan kepada warga sekitar soal rencana pembangunan penyeberangan itu, termasuk juga kepada warga Desa Parungmulya, Kecamatan Ciampel.
“Enggak semua warga mendukung. Ada yang takut nanti banyak maling dan lain-lain. Namun, sebagian besar tokoh mendukung,” kata Endang.
Seiring berjalannya waktu, dibangunlah penyeberangan yang menghubungkan Desa Anggadita, Kecamatan Klari, dan Desa Parungmulya, Kecamatan Ciampel.
Jembatan itu berbahan kayu dan menyeberangi Sungai Citarum.
“Awalnya tidak ada kepikiran untuk berbisnis, niatnya menolong masyarakat. Namun, membutuhkan perawatan, baik perahu, jalan, penerangan, hingga upah yang kerja,” kata Endang.
Pengendara yang melintas membayar Rp 2.000 dan tak naik hingga kini.
Setiap hari ribuan karyawan pabrik hingga warga melintasi jembatan penyeberangan itu.
Karena pernah karam pada 2014, akhirnya Endang dengan para pekerja berputar otak, memikirkan konsep jembatan penyeberangan yang aman.
Ia mengaku pernah tiga kali mengganti perahu kayu. Kemudian, teranyar menggunakan besi alias perahu ponton.
Modalnya jika ditotal dan dibuat sekaligus, menurut Endang, bisa mencapai Rp 5 miliar.
Endang mengaku beberapa kali meminjam ke bank.
“Kami otodidak aja. Kami pikirkan juga
safety
-nya,” kata Endang.
Menurut Endang, setiap hari tak kurang dari 10.000 pengendara sepeda motor melewati
jembatan perahu
ponton itu.
Ia menyebut tak kaku mematok pengendara harus membayar Rp 2.000.
“Pendapatannya tak kurang Rp 20 juta per hari,” ungkapnya.
Meski begitu, kata dia, tiap hari biaya operasional berkisar Rp 8 juta, mulai dari perawatan, penerangan, hingga upah.
“Perawatan itu termasuk juga perawatan jalan akses ke sini,” ucap Endang.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.