Kritik Sejumlah Warga Usai Nonton Merah Putih: One for All
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com –
Sejumlah warga Jakarta Selatan menyampaikan kritik tajam terhadap kualitas grafis film animasi Merah Putih: One for All pada hari pertama penayangannya, Kamis (14/8/2025).
Film garapan sutradara Endiarto itu diputar serentak di seluruh bioskop Indonesia untuk menyambut HUT ke-80 RI, namun beberapa penonton menilai hasil akhirnya tidak sesuai ekspektasi.
Rindradanantara (40), salah satu penonton di Cinema XXI Kemang Village, mengaku heran dengan kualitas grafis yang ditampilkan.
Menurutnya, animasi tersebut membuatnya merasa seperti kembali ke era 1980-an.
“Waduh. Ini kan untuk menyambut HUT ke-80 Indonesia. Tapi, ini kayak animasi 1980,” ujarnya.
Senada, Billy (31) menyoroti sejumlah adegan yang seolah belum selesai disunting.
“Banyak banget yang enggak ter-render. Kayak rambut enggak menyatu,” kata Billy.
Istilah render merujuk pada proses menggabungkan berbagai elemen video, seperti potongan klip, efek visual, dan audio, menjadi satu file utuh yang siap diputar.
Andre (31) menambahkan, beberapa adegan seperti masih dalam tahap loading.
“Itu kalau waktu di-minimize, masih ada waktu render-nya. Masih jalan,” kelakar Andre.
Meski melontarkan kritik, Rindradanantara menilai penayangan film tersebut bisa menjadi pemicu semangat bagi para kreator.
“Yang penting berkarya saja dulu, pasti ada jalan. Yang kayak tadi saja masuk bioskop,” katanya.
Fikri (24), penonton lain, mengatakan ia datang untuk membandingkan film ini dengan Jumbo, animasi karya Ryan Adriandhy yang disebutnya sebagai puncak kejayaan animasi Indonesia.
“Kita harus melihat palung mariananya, yang paling bawahnya dulu. Jadi, kita punya perbandingan,” ucapnya.
Berbeda, Rindradanantara mengaku ingin menguji perbedaan kualitas trailer di YouTube dengan tayangan layar lebar, terutama pada aspek audio dan visual.
Berdasarkan pantauan, studio lima di XXI Kemang Village diisi lebih dari 10 penonton pada layar pertama siang hari.
Sutradara Hanung Bramantyo juga terlihat hadir. Namun, sebagian pengunjung hanya berfoto di depan display film tanpa menonton.
Menariknya, keempat warga tersebut mengaku kesulitan memberi penilaian keseluruhan film.
“Enggak, susah. Enggak bisa nilai,” kata mereka serempak.
Rindradanantara bahkan menyebut Merah Putih: One for All bukan animasi, melainkan “animisme”, sambil bercanda.
Merah Putih: One for All menceritakan sekelompok anak yang menjadi “Tim Merah Putih” untuk menjaga bendera pusaka yang selalu dikibarkan setiap 17 Agustus.
Tiga hari sebelum upacara, bendera itu hilang, memaksa mereka memulai petualangan melintasi hutan, sungai, dan konflik batin demi menemukannya kembali.
(Reporter: Baharudin Al Farisi | Editor: Faieq Hidayat, Abdul Haris Maulana, Larissa Huda)
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kritik Sejumlah Warga Usai Nonton Merah Putih: One for All Megapolitan 14 Agustus 2025
/data/photo/2025/08/14/689db72804832.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)