Jakarta, CNN Indonesia —
Tahun 2024 hampir pasti menjadi tahun terpanas dalam sejarah, dengan suhu rata-rata global untuk pertama kalinya melebihi 1,5 derajat Celsius di atas level pra-industri.
Data terbaru dari Copernicus Climate Change Service (C3S) menunjukkan suhu rata-rata global bulan November 2024 mencapai 1,62 derajat Celsius di atas level pra-industri. Para ilmuwan memperkirakan rata-rata suhu sepanjang 2024 akan berada di angka 1,60 derajat Celsius yang melewati rekor sebelumnya yaitu 1,48 derajat Celsius pada 2023.
“Kini dapat kami pastikan dengan tingkat kepastian virtual bahwa tahun 2024 akan menjadi tahun terpanas dalam catatan sejarah dan tahun kalender pertama yang melebihi 1,5 derajat Celsius. Ini tidak berarti bahwa Perjanjian Paris telah dilanggar, tetapi ini berarti tindakan iklim yang ambisius lebih mendesak dari sebelumnya,” ucap Samantha Burgess, wakil direktur C3S, melansir The Guardian, Senin (9/12).
Perjanjian Paris mengharuskan negara-negara dunia untuk menjaga pemanasan global di bawah 1,5 derajat Celsius dalam jangka panjang guna membatasi dampak bencana iklim.
Namun, emisi karbon dioksida terus meningkat pada 2024, meski telah ada perjanjian global untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil. Emisi ini harus turun 45 persen pada 2030 untuk menjaga target 1,5 derajat Celsius dapat tercapai.
Data juga menunjukkan November 2024 merupakan bulan ke-16 dari 17 bulan terakhir dengan suhu rata-rata global melebihi 1,5 derajat Celsius.
Krisis iklim memperburuk cuaca ekstrem, termasuk gelombang pana, badai, banjir, dan kebakaran hutan yang semakin sering terjadi dengan intensitas lebih besar dari sebelumnya.
Kebakaran hutan yang sangat intens melanda Amerika Utara dan Selatan pada tahun 2024, seperti yang dilaporkan oleh Layanan Pemantauan Atmosfer Copernicus (Cams) Uni Eropa pekan lalu. Kebakaran yang didorong oleh kekeringan parah tersebut mempengaruhi wilayah barat Amerika Seri
“Skala beberapa kebakaran pada tahun 2024 berada pada tingkat historis, terutama di Bolivia, Pantanal, dan beberapa bagian Amazon. Kebakaran hutan Kanada kembali ekstrem meskipun tidak mencapai skala rekor tahun 2023,” ujar Mark Parrington, seorang ilmuwan senior di Cams.
Swiss Re, lembaga riset asuransi, melaporkan kerugian ekonomi akibat cuaca ekstrem pada 2024 mencapai US$320 miliar, naik 6 persen dibanding tahun sebelumnya dan 25 persen lebih tinggi dari rata-rata satu dekade terakhir.
Namun, kurang dari separuh kerugian tersebut ditanggung asuransi, karena masyarakat miskin tidak mampu membayar layanan premium.
Swiss Re juga mengingatkan bahwa urbanisasi di wilayah beresiko tinggi akan memperbesar kerugian di masa depan. Oleh karena itu, adaptasi menjadi kunci, dengan langkah perlindungan seperti bendungan dan pintu air hingga 10 kali lebih hemat dibandingkan biaya rekonstruksi setelah bencana.
(wnu/dmi)