TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA — Komisioner KPAI Dian Sasmita mendesak aparat penegak hukum untuk menggunakan pasal pemberatan pidana pada guru pelaku kekerasan seksual terhadap anak didiknya di Grobogan, Jawa Tengah.
Perilaku oknum guru ini tidak dapat dinormalisasi apapun alasannya. Terlebih kekerasan tersebut dilakukan berulang-ulang.
“Relasi kuasa yang timpang antara guru dan korban mengakibatkan posisi anak kian rentan. Ancaman, tekanan, manipulasi dapat dilakukan para pelaku kekerasan agar tujuannya terpenuhi,” kata dia dalam keterangannya ditulis, Jumat (10/1/2024).
Dalam kasus ini, pelaku seorang guru yang seharusnya menjadi pendidik, pembimbing, dan memberikan teladan namun malah melakukan kekerasan.
Adapaun pasal pemberatan pidana ada di UU Perlindungan Anak dan UU TPKS. Termasuk pemenuhan hak anak korban atas restitusi.
Korban anak yang masih usia sekolah perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah daerah.
Pemenuhan hak anak untuk pendampingan dan pemulihan sangat penting untuk segera diberikan.
Termasuk kebutuhan-kebutuhan spesifik lainnya. Pelibatan tenaga profesional seperti pekerja sosial, konselor, psikolog penting dilakukan. Agar pemulihan anak dapat berkelanjutan dan komprehensif.
Lembaga pendidikan perlu mengembangkan kebijakan perlindungan anak di mana memastikan setiap warga sekolah tidak melakukan kekerasan terhadap anak. Sehingga setiap anak dapat menuntut ilmu dengan aman dan berkembang secara optimal.
SIMFONI PPA tahun 2023 mencatat 730 kasus kekerasaan seksual terjadi di sekolah. Dan di tahun 2024 terdapat 447 kasus. Artinya kekerasaan seksual di sekolah ada hal yang serius.
“Semua pihak harus mengambil peran untuk mendukung upaya pencegahan dan pengurangan risiko sehingga anak-anak kita terbebas dari segala bentuk kekerasaan dan perlakuan salah,” pesan Diah.