Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Kotak Kosong Lawan Paslon di Pilkada, Minoritas yang Termarginalkan

Kotak Kosong Lawan Paslon di Pilkada, Minoritas yang Termarginalkan

Catur juga melihat kotak kosong ibarat kaum minoritas yang termarginalkan. Karena intimidasi dan tidak adanya dukungan finansial, para pendukung kotak kosong akhirnya memilih beraktivitas di media sosial (medsos).

Media sosial pun akhirnya menjadi semacam “area perang” bagi pendukung maupun yang berlawanan dengan kehadiran kotak kosong.

Dosen Universitas Brawijaya itu mengungkapkan, pasangan calon memang masih mempertimbangkan kampanye lewat media mainstream.

”Secara umum, media arus utama sangat struggling, terutama dalam hal perebutan iklan,” imbuhnya.

Anang menjelaskan, biaya ”belanja” tertinggi masih dikucurkan untuk TV, disusul medsos. ”Pertimbangannya, gen Z dan milenial sekarang jarang mengakses TV. Akhirnya, user-generated content terkait calon akhirnya masif,” ujar guru besar FISIP Universitas Brawijaya itu.

Fenomena menjadikan medsos sebagai ”senjata” juga dipaparkan Guru Besar FISIP Universitas Airlangga Henri Subiakto.

Menurut Henri, internet adalah ajang perang komunikasi. Kelebihannya, para calon bisa bebas menciptakan framing maupun citra lewat beragam kemasan konten. Kelemahannya, medsos akhirnya digunakan sebagai alat disinformasi lewat buzzer dan cyber army.

Sementara itu, Kacung Marijan menilai, kotak kosong salah satunya muncul karena budaya pengelompokan kekuatan menjadi suatu kekuatan terpusat sehingga kompetisi berkurang.

”Hal ini juga didorong personalisasi dan sosok kuat calon tunggal yang akhirnya memunculkan pemikiran ’siapa yang lawan ya akan kalah’,” ujarnya.