Korban Kekerasan Rumoh Geudong Masih Berat Terima Pembangunan “Memorial Living Park” di Pidie Aceh
Tim Redaksi
PIDIE, KOMPAS.com
– Salah satu korban kekerasan di
Rumoh Geudong
, Kabupaten
Pidie
,
Aceh
, Saifuddin (32), mengaku masih berat menerima pembangunan
Memorial Living Park
di lokasi bekas Pos Sattis tersebut.
Saifuddin merupakan korban pelanggaran
HAM
berat yang dialami saat dirinya masih berusia lima tahun. Ia mengaku diculik bersama ayahnya ke Pos Sattis Rumoh Geudong pada 1998 dan mengalami penyiksaan.
“Saya disetrum, digantung kepala ke bawah. Ngak usah kita ceritakan lagi, kalau bicara soal masa lalu memang tidak akan habis, dan itu tidak akan hilang,” ujarnya saat ditemui usai peresmian Memorial Living Park, Kamis (10/7/2025).
Kini, lokasi Rumoh Geudong telah dibangun ulang menjadi taman memorial. Namun, menurut Saifuddin, pembangunan ini tak melibatkan para korban maupun masyarakat sekitar.
“Kalau bilang menerima, kayaknya siapa yang menerima ya, tapi karena ini udah program pemerintah ya kita lanjut aja. Cuma kalau soal menerima, saya tidak tahu mau jawab apa,” ucapnya.
Ia mengaku kecewa karena aspirasi korban untuk membangun miniatur atau replika Rumoh Geudong ditolak pemerintah.
“Seperti miniatur itu tidak diterima, pemerintah waktu itu mengatakan ini akan mengungkit luka lama. Sebenarnya harapan kami rasa khas Rumoh Geudong itu jangan hilang, tapi pemerintah malah meratakan semua. Yang ada tinggal cuma tangga, itu pun sudah capek kita perjuangkan,” tuturnya.
Saifuddin berharap pemerintah tetap membangun replika Rumoh Geudong agar generasi mendatang bisa memahami sejarah kekerasan masa lalu.
“Setidaknya karena sudah terlanjur begini, korban mengharapkan ada dibuat miniatur Rumoh Geudong yang sama seperti Rumoh Geudong waktu dulu,” katanya.
Ia juga berharap pemerintah membangun museum di area Memorial Living Park serta menyerahkan pengelolaannya kepada para korban dan masyarakat sekitar.
“Harapan kita dibangun miniatur, terus ini dikelola oleh korban, masyarakat sekitar, dan tentunya anggaran dari pemerintah,” ucapnya.
Tak hanya itu, ia meminta agar doa bersama rutin setiap 7 Agustus—bertepatan hari pencabutan Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh—dapat terus difasilitasi di lokasi Memorial Living Park.
Saifuddin juga menuntut percepatan penyelesaian kasus pelanggaran HAM di Aceh, serta pemulihan dan pemberdayaan korban, termasuk bantuan lapangan pekerjaan.
“Kami meminta untuk disediakannya lapangan pekerjaan kepada kami, korban yang masih pengangguran dan juga kepada korban-korban lain yang senasib dengan kami,” katanya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Korban Kekerasan Rumoh Geudong Masih Berat Terima Pembangunan "Memorial Living Park" di Pidie Aceh Regional 10 Juli 2025
/data/photo/2025/07/10/686fbee5aae07.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)