Kontroversi Bendera One Piece: Bentuk Kritik dan Respons Keras Pemerintah
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Bendera bajak laut dari manga One Piece marak berkibar di sejumlah daerah menjelang Hari Ulang Tahun (HUT) ke-18 Republik Indonesia.
Bendera tersebut terpasang di mana-mana, dari teras rumah, truk, hingga bertebaran di jagat media sosial.
Pengibaran bendera berlatar warna hitam dan bergambar sosok Jolly Roger yang khas dengan tulang bersilang di tengahnya itu dianggap sebagai simbol kekecewaan masyarakat terhadap negara.
Alih-alih menyambut baik kritik publik, pemerintah menganggap hal itu sebagai upaya memecah belah bangsa.
Maraknya pengibaran
bendera One Piece
dianggap sebagai simbol kekecewaan publik atas ketidakadilan yang dipertontonkan belakangan ini.
“Karena kondisi sekarang makin hari makin memperhatikan. Banyak ketidakadilan yang diperlihatkan. Yang benar jadi salah, yang salah jadi benar,” ujar Bayu (36), seorang Nakama, sebutan fans bagi penikmat serial manga One Piece, Jumat (1/8/2025).
Kekecewaan inilah yang melatarbelakangi para Nakama menyuarakan ketidakadilan dengan mengibarkan
bendera Jolly Roger
.
Menurut Bayu, pengibaran bendera One Piece juga bermakna adanya praktik penindasan dari berbagai bentuk yang dihadapi publik.
“Monkey D. Luffy (salah satu karakter utama dalam One Piece) punya cita-cita jadi orang paling memiliki kebebasan di seluruh lautan. Dia enggak segan lawan orang-orang kuat dan elite yang suka menindas,” kata dia.
“Mungkin semangat Luffy ini dianggap bisa mewakili sikap para Nakama,” lanjut dia.
Bayu berpendapat, pengibaran bendera Jolly Roger merupakan suatu hal yang sah.
“Toh bukan organisasi yang dilarang pemerintah. Sepanjang kita masih memasang bendera Merah Putih, merayakan hari kemerdekaan harusnya enggak masalah dong,” tegas dia.
Satya (32), bukan nama sebenarnya, salah satu Nakama yang memasang bendera Jolly Roger di depan rumahnya.
Satya mengatakan, pemasangan bendera Jolly Roger seyogianya sudah ada sejak One Piece pertama kali dirilis.
“Kami memasang bendera itu sebagai bentuk protes atas buruknya kebijakan pemerintah pascareformasi,” kata Satya.
Namun, kini kembali marak pemasangan bendera One Piece tersebut.
Para penikmat anime besutan Eiichiro Oda itu berbondong-bondong memasang menjelang perayaan kemerdekaan Indonesia.
“Lambang ini sesuai serialnya. Gerakan perlawanan terhadap pemerintah korup dan menindas rakyat jelata. Ini murni keprihatinan kita terhadap keadaan bangsa,” tegas dia.
Menurut Satya, tindakan itu murni didasari oleh rasa cinta terhadap Tanah Air, sekaligus bentuk kritik terhadap penguasa saat ini.
“Kita tidak sedang melawan negara, tapi melawan ketidakadilan yang dibuat oleh sistem dan elite yang tak berpihak. Kritik ini bukan bentuk kebencian, tapi bentuk cinta,” tegas dia.
“Karena kalau kita diam, sama saja kita membiarkan ketidakadilan terus berlangsung. Negara ini milik bersama, dan kita punya hak untuk menyuarakan kebenaran,” imbuh dia.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menuding pengibaran bendera Jolly Roger sebagai upaya memecah belah bangsa.
“Kita juga mendeteksi dan juga dapat masukan dari lembaga-lembaga pengamanan intelijen, memang ada upaya-upaya namanya untuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa,” kata Dasco ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (31/7/2025) malam.
Pihaknya menerima masukan dari sejumlah lembaga intelijen yang menyebutkan bahwa kemunculan simbol-simbol tersebut diduga mengindikasikan adanya gerakan sistematis untuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
Dasco mengimbau masyarakat agar tidak mudah terprovokasi dengan simbol-simbol atau gerakan yang dapat mengancam keutuhan bangsa.
Ia menekankan pentingnya menjaga solidaritas nasional di tengah pesatnya kemajuan yang sedang diraih Indonesia.
“Imbauan saya kepada seluruh anak bangsa, mari kita bersatu. Justru kita harus bersama melawan hal-hal yang seperti itu,” ungkapnya.
Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan menyebutkan, pengibaran bendera tersebut sebagai bentuk provokasi yang dapat menurunkan kewibawaan dan derajat bendera Merah Putih.
“Sebagai bangsa besar yang menghargai sejarah, sepatutnya kita semua menahan diri untuk tidak memprovokasi dengan simbol-simbol yang tidak relevan dengan perjuangan bangsa,” kata Budi Gunawan, dikutip dari Antaranews.
Budi Gunawan mengatakan, pemerintah sangat mengapresiasi segala bentuk kreativitas warga dalam berekspresi selama tidak melanggar batas dan mencederai simbol negara.
Namun, Budi Gunawan menegaskan bahwa pemerintah akan mengambil langkah tegas jika ada upaya kesengajaan dalam menyebarkan narasi tersebut.
Apalagi, menurut dia, ada konsekuensi hukum bagi mereka yang mengibarkan bendera merah putih di bawah lambang apa pun, sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Oleh karena itu, Budi Gunawan berharap masyarakat bisa menghargai dan menghormati jasa para pahlawan dengan tidak merendahkan bendera merah putih yang telah menjadi simbol dan identitas negara.
Pakar Hukum Tata Negara sekaligus Dosen Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Gugun El Guyanie menilai, fenomena pengibaran bendera Jolly Roger bukan sebagai upaya memecah belah bangsa.
Menurut Gugun, pengibaran bendera tersebut merupakan cara masyarakat menyampaikan nasionalismenya, di tengah pemerintah yang tidak responsif terhadap aspirasi masyarakat.
“Ritual 17-an itu akhirnya menunjukkan bahwa masyarakat punya cara-cara untuk menyampaikan nasionalisme dengan cara lain, ketika negara dan pemerintah yang berkuasa itu ternyata tidak responsif terhadap kemauan aspirasi masyarakat,” jelas Gugun.
Sebaliknya, ia menilai justru kebijakan pemerintah saat ini cenderung tidak melibatkan masyarakat. Hal ini dianggap justru sebagai pemecah belah bangsa.
Gugun mencontohkan beberapa kebijakan era Presiden Prabowo Subianto yang justru memberatkan masyarakat, seperti memblokir rekening dan mengambil tanah yang tidak produktif selama dua tahun.
“Terlibat (pemerintah) keputusan untuk memblokir atau mengambil tanah milik masyarakat yang tidak diproduktifkan tanpa meminta persetujuan masyarakat secara langsung dan tanpa mengindahkan masukan-masukan dari publik itu justru disayangkan,” kata dia.
“Kalau soal bendera One Piece itu dianggap memecah belahkan bangsa, justru kebijakan-kebijakan pemerintah ini yang memecah belahkan bangsa,” ujar dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kontroversi Bendera One Piece: Bentuk Kritik dan Respons Keras Pemerintah Megapolitan 2 Agustus 2025
/data/photo/2025/08/01/688c7eda35282.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)