Jakarta, Beritasatu.com – Peneliti ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Jaya Darmawan menyampaikan, konsep ekonomi Indonesia yang relatif lebih mendengarkan aspirasi dunia usaha harus diubah.
Pasalnya, pendapat ekonom dari konsep ekonomi terbaru semisal David Card ketika meningkatkan upah minimum, maka pendapatan masyarakat berpeluang ikut terkerek.
“Itu (meningkatkan upah) akan berkontribusi positif terhadap sektor dunia usaha, yang ujung-ujungnya meningkatkan lapangan pekerjaan. Nah, itu saya kira yang perlu kita sampaikan dalam perekonomian kita,” ujar Jaya Darmawan dalam “Investor Market Today” di IDTV, Selasa (3/12/2024).
Jaya mengungkapkan, secara historikal penetapan upah minimum provinsi (UMP) merupakan kesepakatan antara pemerintah, serikat buruh, dan dunia usaha. Namun, regulator cenderung sering mendengarkan aspirasi dunia usaha.
Di sisi lain, Jaya menyoroti dunia usaha yang seharusnya bisa menyerap 3.300 tenaga kerja setiap Rp 1 triliun investasi sehingga bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Namun, pada 2023 dunia usaha justru tercatat hanya mampu menyerap 1.283 orang.
“Ini artinya terjadi penurunan efektivitas investasi, maka harus dievaluasi satu sama lain. Jadi tidak hanya UMP-nya yang ditekan atau peningkatannya tidak signifikan, tetapi dunia usaha juga harus melakukan evaluasi terhadap investasinya,” jelas dia.
Jaya mengatakan, kenaikan UMP sebenarnya berpotensi meningkatkan kontribusi surplus pada dunia usaha dan pertumbuhan ekonomi. Untuk itu, pemerintah perlu mendengarkan aspirasi serikat buruh karena model ekonomi terbaru menyatakan peningkatan upah minimum akan mengerek profitabilitas sektor usaha.
“Bahkan menurut proyeksi kita, semakin meningkat UMP-nya misal hingga 10%, maka surplus usaha itu bisa Rp 71 triliun per tahun. Dibandingkan kalau hanya 6,5% itu kontribusinya hanya Rp 46,2 triliun,” kata dia yang menegaskan ekonomi Indonesia tidak selalu mendengar aspirasi dunia usaha.