TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisioner Kompolnas M Choirul Anam mengungkap ada seorang pengacara yang menyuap beberapa anggota polisi guna menghentikan kasus pembunuhan yang dilakukan tersangka Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo.
Secara gamblang Choirul Anam menyebut pengacara itu berinisial EDH.
EDH merujuk Evelin Dohar Hutagalung yang merupakan mantan pengacara dari Arif diduga anak bos Prodia.
“Ada non-anggota kepolisian dan peranannya sangat dominan gitu ya. Sangat dominan dan dia menjadi satu struktur cerita yang sentrum di situ,” kata Choirul Anam di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (7/2/2025).
Kompolnas menyanyangkan profesi pengacara melakukan penyuapan.
Apalagi suap itu demo kasus yang menimpa kliennya SP3 atau dihentikan.
“Kami menyayangkan profesi ini. Dia bukan orang tanpa status profesi,” ucap Anam.
Evelin diharapkan dapat hadir ke dalam sidang etik agar peristiwanya utuh.
“Jangan sampai struktur cerita patah gara-gara nggak ada informasi apapun kalau nggak datang ya tertulis gitu,” ujarnya.
Sidang Detail Mengurai Peran dan Hingga Aliran Uang
Anam mengaku mendengarkan pembacaan persangkaan AKBP Bintoro dari awal.
“Ya sebenarnya sidang hari ini ada lima terduga pelanggar, terus ada dua majelis kode etik yang sedang berlangsung. Satu tadi itu pembacaan persangkaan untuk AKBP B (Bintoro), terus juga untuk AKBP GG (Gogo Galesung) di dua tempat yang berbeda, karena dua majelis yang berbeda,” katanya kepada wartawan.
Dia menyaksikan langsung persangkaan pekara AKBP dibacakan kurang lebih hampir dua jam.
“Cukup detail ya, mengurai peran siapa saja yang ada di situ, jumlah uang, terus uang itu mengalir ke mana, terus juga di momen-momen apa,” tambah Anam.
Kompolnas berharap dalam sidang etik terungkap klaster-klaster soal pemerasan.
Mulai dari penanganan kasus yang lambat, aliran dana pemerasan sampai dengan otak dari pemerasan itu.
“Baik yang anggota maupun non-anggota bisa diurai dengan baik melalui bukti yang cukup kuat sehingga standing peristiwanya semakin jelas,” ujar mantan anggota Komnas HAM itu.
Menurutnya, akuntabilitas dan transparansi sangat penting dalam proses penanganan peristiwa yang melibatkan anggota.
Penyuapan Bukan Pemerasan
Kompolnas menyebut kasus yang menjerat Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan (Jaksel) AKBP Bintoro merupakan penyuapan bukan pemerasan.
“Kalau ditanya ini lebih dekat ke pemerasan ataukah ini lebih dekat ke penyuapan. Kalau kita lihat struktur cerita, tapi memang tetap harus diuji, ini lebih dekat dengan penyuapan,” ucapnya.
Anam menyebut peran non-anggota kepolisian dalam kasus ini sangat signifikan.
Menurutnya, ada 21 saksi yang diperiksa dalam sidang etik Bintoro hari ini.
Uraian dalam sidang etik pun cukup detail mulai dari persangkanya angka penyuapan, barang, hingga siapa saja orang yang terlibat.
“Kita bisa berharap banyak atas kerja-kerja paminal yang memeriksa itu dan kita berharap banyak ini majelis etiknya bisa bekerja secara maksimal, mengurai peristiwanya dan mendudukkan sanksinya secara tepat dan maksimal. Itu yang kami harapkan,” ungkapnya.
Anam belum bisa mengungkapkan nominal uang yang diterima Bintoro dan empat polisi lainnya
“Mungkin nanti setelah itu diuji semua oleh saksi apakah dibantah atau tidak, oleh tersangka, terduga itu juga dibantah atau tidak, nanti akan ketemu angka yang solid. Kalau sekarang jangan,” ucap mantan anggota Komnas HAM itu.
Diketahui sidang etik Bintoro Cs dimulai pukul 09.00 WIB di mana oknum polisi yang diduga memeras tersangka berada di tempat khusus (patsus).
Hingga saat ini ada empat polisi yang menjalani penempatan khusus atau Patsus buntut kasus dugaan pemerasan terhadap anak pengusaha tersangka pembunuhan remaja.
Empat polisi yang terjerat dua di antaranya merupakan eks Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan yakni AKBP Bintoro dan AKBP Gogo Galesung.
AKBP Bintoro dimutasi ke Polda Metro Jaya dan digantikan AKBP Gogo Galesung sebagai Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan.
Senasib dengan Bintoro, AKBP Gogo Galesung pun dimutasi ke Polda Metro Jaya karena terjerat kasus yang sama.
Selain mereka, Kanit dan Kasubnit Resmob Polres Metro Jakarta Selatan berinisial Z dan ND terlibat.
Baru-baru ini terungkap adana nama AKP M seorang mantan Kanit di Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan yang juga terjerat kasus tersebut.
Kasus dugaan pemerasan yang menjerat sejumlah perwira polisi tersebut terkait penanganan pembunuhan ABG di Hotel Senopati Jakarta Selatan pada April 2024.