TRIBUNNEWS.COM – Penguasa baru Suriah menunjuk Murhaf Abu Qasra, tokoh terkemuka dalam pemberontakan yang menggulingkan Bashar al-Assad, sebagai Menteri Pertahanan dalam pemerintahan sementara, menurut sumber resmi pada Sabtu (21/12/2024), mengutip Reuters.
Abu Qasra, yang juga dikenal dengan nama samaran Abu Hassan 600, adalah tokoh komandan senior dalam kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS) yang memimpin kampanye penggulingan Assad bulan ini.
“Ia memimpin sejumlah operasi militer selama revolusi Suriah,” kata sumber tersebut.
Pemimpin HTS sekaligus pemimpin de facto Suriah, Ahmed al-Sharaa (juga dikenal sebagai Abu Mohammed al-Julani), membahas pembentukan lembaga militer baru di Suriah dalam pertemuan dengan faksi-faksi bersenjata pada Sabtu, menurut laporan kantor berita negara, SANA.
Selama pertemuan tersebut, Abu Qasra terlihat duduk di sebelah Sharaa, seperti yang ditunjukkan dalam foto-foto yang dipublikasikan oleh SANA.
Perdana Menteri Suriah, Mohammed al-Bashir, menyatakan minggu ini bahwa Kementerian Pertahanan akan direstrukturisasi.
Anggotanya terdiri dari mantan anggota faksi-faksi bersenjata serta perwira-perwira yang membelot dari tentara Assad.
PM Bashir juga mengatakan bahwa ia akan memimpin pemerintahan transisi selama tiga bulan.
Namun, pemerintahan baru belum mengumumkan rencana apa yang akan dilakukan setelah periode tersebut.
Sebelumnya, pada Sabtu, Komando Umum yang berkuasa menunjuk Asaad Hassan al-Shibani sebagai Menteri Luar Negeri, menurut laporan SANA.
Seorang sumber di pemerintahan baru mengatakan kepada Reuters bahwa langkah ini diambil sebagai tanggapan terhadap aspirasi rakyat Suriah untuk membangun hubungan internasional yang membawa perdamaian dan stabilitas.
Kelompok HTS dulunya merupakan bagian dari al-Qaeda hingga akhirnya memutuskan hubungan pada tahun 2016.
Kelompok ini sebelumnya berbasis di Provinsi Idlib selama bertahun-tahun, hingga melancarkan serangan pada akhir November 2024.
HTS berhasil merebut kota-kota di Suriah bagian barat dan memasuki Damaskus saat tentara mulai mundur.
Sebut Suriah Bukan Ancaman Dunia, HTS Minta Barat Cabut Sanksi: Kami Sudah Lelah Berperang
Minggu ini, Sharaa bertemu dengan sejumlah utusan internasional
Ia mengatakan fokus utamanya adalah rekonstruksi Suriah dan pembangunan ekonomi.
Ia menegaskan bahwa ia tidak tertarik untuk terlibat dalam konflik baru.
Dalam sebuah wawancara dengan BBC di Damaskus, Sharaa mengatakan bahwa Suriah bukan ancaman bagi dunia.
Ahmed al-Sharaa atau yang sebelumnya dikenal dengan nama Abu Mohammed al-Jolani, saat diwawancarai oleh BBC (BBC)
Ia ingin sanksi-sanksi yang dijatuhkan kepada Suriah untuk dicabut.
“Sekarang, setelah semua yang terjadi, sanksi harus dicabut karena sanksi tersebut ditujukan kepada rezim lama.”
“Korban dan penindas tidak boleh diperlakukan dengan cara yang sama,” katanya.
Ia juga mengatakan HTS harus dihapus dari daftar organisasi teroris.
Sharaa mengatakan HTS bukanlah kelompok teroris.
HTS tidak menyerang warga sipil atau wilayah sipil, katanya.
Sharaa justru menyebut kelompoknya adalah korban dari kekejaman rezim Assad.
Ia juga membantah ingin menjadikan Suriah seperti Afghanistan.
Sharaa mengatakan Suriah dan Afghanistan itu sangat berbeda, dengan tradisi yang berbeda pula.
Afghanistan adalah masyarakat kesukuan. Di Suriah, katanya, ada pola pikir yang berbeda.
Ia mengatakan ia percaya pada pendidikan untuk wanita.
“Kami memiliki universitas di Idlib selama lebih dari delapan tahun,” kata Sharaa, merujuk pada provinsi barat laut Suriah yang telah dikuasai kelompok oposisi sejak 2011.
“Saya kira persentase perempuan di universitas lebih dari 60 persen.”
Ketika ditanya apakah konsumsi alkohol akan diizinkan, Sharaa berkata:
“Ada banyak hal yang tidak berhak saya bicarakan karena itu masalah hukum.”
Ia menambahkan bahwa akan ada komite ahli hukum Suriah untuk menulis konstitusi.
“Mereka akan memutuskan. Dan setiap penguasa atau presiden harus mematuhi hukum”.
Sharaa bersikap santai selama wawancara, mengenakan pakaian sipil, dan mencoba memberikan jaminan kepada semua orang yang percaya kelompoknya belum melepaskan diri dari masa lalu ekstremisnya.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)