Kisah Rebana dan Belajar Keberagaman dari Pemuda Abe Pantai Jayapura

Kisah Rebana dan Belajar Keberagaman dari Pemuda Abe Pantai Jayapura

Liputan6.com, Jayapura – Rebana merupakan alat musik tradisional yang memiliki makna sebagai simbol budaya, kebersamaan, dan syiar Islam. Rebana menjadi bagian pendidikan spiritual dan budaya.

Bagi pemuda di Abe Pantai, Distrik Abepura, Kota Jayapura, Provinsi Papua, rebana bukanlah alat musik yang asing buat mereka. Di saat sebagian besar anak muda gemar memainkan game di ponsel pintarnya, bagi pemuda di Abe Pantai, bermain rebana justru lebih mengasyikan.

“Dengan bermain rebana, kita juga banyak bertemu teman, bahkan bisa ngobrol apapun juga. Ya, sedikit banyak juga ngobrol soal game,” kata Ketua Remaja Masjid Jami Al Fatah Abe Pantai, Riski Ramadhan Waroy, pemuda berdarah campuran Selayar–Serui yang tinggal di Kampung Abe Pantai.

Bermain rebana menjadi waktu yang ditunggu banyak pemuda di kampung ini. Waktu latihan biasanya dilakukan setiap hari Sabtu. 

“Yang aktif saat ini ada 15 orang, tapi yang ada di dalam grup ada 30-an orang,” jelasnya. 

Riski menjelaskan ada tiga generasi yang paham cara menabuh rebana. Generasi tua yang saat ini tersisa tinggal 10 orang. “Kami bersyukur, generasi tua, kitorang (kami) pu (punya)  tete-tete (kakek) ini yang  kadang masih ikut main, melatih kita dan mengajarkan bagaimana cara menabuh rebana yang baik,” katanya.

Generasi yang saat ini ikut bermain rebana juga sudah banyak menyentuh anak-anak yang masih belajar di sekolah dasar.

Riski berkisah, anak muda yang memainkan rebana juga dari berbagai suku di Indonesia, mulai dari Fakfak, Biak, Kepulauan Yapen, Selayar, Buton, Bugis, dan Mamberamo Raya.

Bahkan, pemuda di Abe Pantai sudah turun temurun bermain rebana sejak nenek moyang mereka. 

Bukan secara kebetulan pula, Kampung Abe Pantai memiliki masjid tertua kedua di Kota Jayapura. Namanya Masjid Jami Al Fatah Abe Pantai. Masjid ini dibangun oleh keluarga berdarah Kei pada 1943, tepatnya saat Belanda masih menguasai Tanah Papua. Masjid ini dibangun karena banyaknya keluarga muslim di Abe Pantai dan belum memiliki tempat ibadah.

Masjid inilah yang digunakan pemuda di Abe Pantai untuk tempat berkumpul dan bermain rebana.

“Dengan bermain rebana juga mengajarkan kita bertoleransi dengan keberagaman suku yang ada di Abe Pantai. Sampai sekarang kami tetap menjaga kebersamaa itu,” Riski menambahkan.