Jakarta, Beritasatu.com – Di sebuah warung sederhana di pinggir Jalan Abuserin Tiga, Radio Dalam, Jakarta Selatan, seorang pria paruh baya tengah sibuk menyiapkan bahan-bahan untuk jualannya. Sebuah perjuangan pedagang nasi sayur untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Khamid, pemilik warung nasi sayur, mengangkat beberapa belanjaan dari pasar dan dimasukkan ke beberapa wadah. Di dapur yang sederhana terlihat berbagai jenis sayur dan lauk mentah serta berbagai bumbu masakan.
Dia pun memotong beberapa sayuran segar dan menyiapkan berbagai rempah. Meski wajahnya terlihat lelah, senyuman hangat tak pernah hilang seolah ia menikmati setiap proses yang dijalaninya. Baginya, dapur adalah tempat segala keajaiban rasa dimulai.
Di dapur itu, Khamid meramu nasi yang harum, sayur yang segar, serta sambal pedas manis yang menggoda, untuk dinikmati pembeli. Makanan yang ia sajikan tidak hanya untuk mengisi perut, juga untuk membawa kenangan akan masakan rumah yang hangat.
“Saya ingin setiap orang yang makan di sini merasa seperti di rumah sendiri. Makan di sini bukan hanya soal kenyang, juga soal kenyamanan dan kenangan,” ujar Khamid kepada Beritasatu.com beberapa waktu lalu.
Khamid mulai bercerita bahwa usahanya telah dimulai lebih dari 15 tahun lalu, tepatnya pada 2004 dengan modal yang sangat terbatas. Berbekal keterampilan memasak, ia mulai berjualan nasi dan sayur di pinggir jalan.
“Setelah buka warung nasi sayur saya menikah dan ajak istri dari Cilacap ke Jakarta. Setahun kemudian, saya punya anak pertama. Senang banget kalau ingat itu,” kata Khamid.
Khamid dan istri terus membangun usaha hingga mampu mempekerjakan lima karyawan. Selain menambah karyawan, anak kedua pun lahir yang membuat keduanya semakin bahagia.
Sebagai pedagang, Khamid tidak hanya memasak nasi sayur, juga memberikan perhatian pada setiap bahan yang digunakan.
“Saya selalu memilih bahan yang segar. Saya juga tidak pernah mengurangi bumbu-bumbu agar tidak memengaruhi rasa,” ujarnya.
Hidupnya ibarat roda yang selalu berputar. Kadang di atas, kadang di bawah. Usaha makan yang ia besarkan mulai goyang pada awal 2016, saat layanan antar jemput makanan mulai tumbuh. Saat itu usahanya mulai sepi, tetapi tetap berjalan. Puncaknya saat terjadi pandemi Covid-19. Seperti badai yang menerjang kapal hingga terbalik, usahanya seketika tak diperbolehkan beroperasi dan membuatnya hancur.
“Makan aja susah. Saya hampir putus asa soal masa depan keluarga,” kata Khamid.
Namun, secercah harapan muncul setelah pandemi usai. Masyarakat diperbolehkan kembali membuka usaha. Khamid pun memutar otak untuk mendapatkan bantuan hingga akhirnya memilih menggunakan kredit usaha rakyat (KUR), salah satu program BRI.
Pada 2021, dia mengajukan pinjaman Rp 30 juta dalam rentang waktu 2 tahun. Baginya, KUR menjadi penyelamat agar tetapi survive dalam kehidupan, sekaligus membangkitkan asa. Dia kembali memulai usahanya hingga mampu mengantarkan anaknya menempuh pendidikan singkat menjadi perawat.
“Tertolong banget oleh KUR. Saya kembali bersemangat untuk kembali membangun usaha,” jelasnya.
Setelah itu, dia meminjam lagi Rp 40 juta ke BRI untuk meningkatkan usahanya. Dia yakin bantuan yang didapat dari BRI dapat meningkatkan pendapatannya.
Tidak hanya KUR, Khamid mengakui BRI juga terus berusaha melakukan berbagai inovasi untuk membangun usahanya. BRI menyediakan layanan pembayaran QRIS bagi para pelanggannya.
Akses Pembiayaan
Kepala Departemen Usaha Mikro BRI RO Jakarta 2, Erwin Sapari, mengatakan program KUR bertujuan mengangkat pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) dengan membuka akses pembiayaan agar terjangkau. Pinjaman KUR dapat diberikan untuk membantu pengusaha UMKM menambah modal usaha, seperti untuk membeli bahan baku, meningkatkan produksi, dan memperluas jaringan distribusi.
“Dengan tambahan modal usaha, pelaku UMKM bisa menambah kapasitas produksi, bahkan membuka cabang baru ataupun mendiversifikasi produk,” kata Erwin beberapa waktu lalu.
KUR BRI menawarkan bunga yang relatif lebih rendah dibandingkan pinjaman dari pihak lain. Untuk pinjaman Rp 10 juta sampai Rp 100 juta, bunga yang dikenakan sekitar 6 persen, sementara di atas Rp 100 juta sekitar 9 persen.
Di wilayahnya, pelaku usaha yang mengakses KUR BRI sekitar 47 persen berasal dari usaha perdagangan, 17 persen dari industri pengolahan, dan 16 persen dari jasa. Selain KUR, BRI juga memberikan pembinaan melalui pelatihan-pelatihan bagi pelaku UMKM, termasuk pedagang nasi sayur.