Melihat kondisi ini, Mama Kristina berjuang untuk mempertahankan Bahasa Malind. Upaya yang dilakukan sangat beragam, mulai dari mengajar bahasa Malind di Sekolah Alam Paradise yang dilakukannya setiap Sabtu sore.
Anak didiknya beragam, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Tak hanya itu saja, Kristina bersama kelompoknya di sekolah Alam Paradise Merauke telah menerjemahkan bahasa Indonesia ke bahasa Malind untuk dijadikan buku saku dan telah didistribusikan ke sekolah-sekolah di Merauke.
“Saya berharap, dengan buku saku yang kami bagikan ke sekolah, para generasi milenial hingga Gen Z, bisa menggunakan bahasa Malind dalam percakapan sehari-hari. Atau paling tidak mereka memahami bahasa ibu tersebut,” kata perempuan yang hanya mengenyam pendidikan sekolah dasar ini.
Sebab saat ini, anak muda di Merauke sudah sangat sulit ditemui yang mampu menggunakan bahasa Malind dalam percakapan setiap harinya. “Kebanyakan milenial menganggap bahasa Malind tidak populer, kuno bahkan milenial gengsi menggunakan bahasa Malind,” jelasnya.
Beruntung, Pemda Kabupaten Merauke bersama DPRD setempat memiliki perjuangan yang sama dengan Mama Kristina dalam menjaga bahasa Malind agar tak punah.“Perda tentang perlindungan sastra dan bahasa daerah sudah disahkan tahun ini. Kami berharap, pemerintahan dan semua pihak dapat menyelamatkan bahasa Malind dari kepunahan,” ujarnya.
Upaya lainnya yang terus dilakukan oleh Kristina adalah ingin memperbanyak lagu-lagu berbahasa Malind yang bisa dinyanyikan di tengah masyarakat atau lingkungan pemerintahan maupun di sekolah, sebelum atau sesudah memulai aktivitasnya.
“Termasuk berkolaborasi dengan berbagai pihak dalam menjaga bahasa ini agar tak punah. Kerja sama dengan pemerintah, akademisi, LSM hingga para pihak. Sebab di mana bumi dipijak, disitu langit dijunjung, termasuk untuk melestarikan bahasa daerah,” katanya.
Sejumlah upaya tersebut, lambat laun membuahkan hasil. Saat ini, sekolah-sekolah di Merauke telah mengajarkan bahasa Malind pada muatan lokal (mulok) untuk pengenalan bahasa Malind dari tingkat sekolah dasar.
“Namahgra mbyame, ta ndasambie, nok ke mbya make, tikasibie”(Kalau bukan sekarang, kapan lagi. Kalau bukan kita, siapa lagi. Terima kasih sudah berjuang bersama untuk melestarikan bahasa Malind).