Liputan6.com, Sukabumi – Kisah pilu keluarga Ana (40) dan Mimin (36) menjadi cerminan 15 tahun perjuangan hidup di Kampung Ciamarayah, Desa Walangsari, Kabupaten Sukabumi.
Rumah sederhana berukuran 3×6 meter yang dihuni oleh enam orang dengan tiga kepala keluarga ini menjadi saksi bisu beratnya hidup. Ana, seorang kuli cangkul, bercerita bahwa penghasilan mingguannya sebesar Rp 120 ribu hanya cukup untuk makan.
Kondisi ini diperparah dengan keberadaan ibunya yang sudah lanjut usia dan tinggal bersamanya.
“Kadang kerja cuma 2 hari, seminggu libur, jangankan untuk memperbaiki rumah, buat makan saja sudah pas-pasan,” ungkap Ana, Kamis (18/09/2025).
Kondisi rumah yang memprihatinkan tak hanya mengancam fisik, tetapi juga psikis mereka. Atap bilik yang melengkung dan nyaris roboh seringkali menimbulkan ketakutan, terutama saat hujan deras.
“Karena tak ada tempat, Istri dan anak paling kecil tidur di tengah rumah karena sieun (takut) kamar ambruk. Umi (Ibu Ana) tidur di kamar, Ina (anak Ana) sama anaknya tidur di kamar depan. Saya tidur di dapur,” cerita Ana, menggambarkan bagaimana keluarganya harus mencari posisi aman untuk tidur.
Dapur rumah pun dalam kondisi tak layak, nyaris roboh akibat pondasi kayu yang miring dan anjlok setelah beberapa kali gempa.
Meskipun telah berulang kali mengajukan permohonan bantuan program rumah tidak layak huni (Rutilahu), Ana tak kunjung mendapatkan kabar.
“Sudah beberapa kali di foto dimintai KK (Kartu Keluarga) terus KTP (Kartu Tanda Penduduk) tapi ya gitu, enggak ada kabar lanjutnya,” ungkapnya.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5354057/original/046268600_1758190841-109226.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)