Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Kisah Asmara Cawabup Jombang Sumrambah dan Istri, Kandang Ayam Jadi Tempat Pertemuan Pertama

Kisah Asmara Cawabup Jombang Sumrambah dan Istri, Kandang Ayam Jadi Tempat Pertemuan Pertama

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Anggit Pujie Widodo 

TRIBUNJATIM.COM, JOMBANG – Cerita-cerita menarik di balik hingar bingar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jombang patut untuk disaksikan. Seperti kisah cinta Calon Wakil Bupati (Cawabup) Sumrambah bersama sang istri Wiwin Isnawati.

Uniknya, keduanya pertama kali bertemu saat berada di sebuah kandang ayam dalam sebuah momentum yang tak disengaja. Wiwin menceritakan, saat itu ia bertemu dengan Sumrambah pertama kali di Desa Penggaron, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang. 

Ketika itu, Wiwin sedang melaksanakan studi kerja di Kandang ayam di desa tersebut. Wanita yang kini akrab disapa Wiwin Sumrambah ini menjelaskan, saat itu, Sumrambah tinggal di Bareng, Kabupaten Jombang. 

Waktu itu, Sumrambah dihubungi oleh kakak kelas Wiwin terkait kehadiran beberapa mahasiswa dari Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang.

Merasa berasal dari kampus dan organisasi yang sama, Sumrambah pun datang menemui Wiwin dan dua temannya, yang saat itu sedang melaksanakan studi belajar di Desa Penggaron.

“Pertama kali kenal itu tahun 1996 di Desa Penggaron, dan tempatnya di kandang ayam. Jadi ceritanya, saya dulu waktu liburan kuliah, tidak pernah pulang. Waktu liburan selalu saya gunakan untuk belajar kerja kepada kakak tingkat yang sudah bekerja. Di Penggaron itu ada kakak angkatan yang bekerja di situ, jadi akhirnya belajar kerja di situ,” ucap Wiwin Kamis (21/11/2024).

Sumrambah dan Istrinya Wiwin Isnawati saat Mengunjungi satu Wilayah di Kecamatan Wonosalam Jombang (istimewa)

Berawal dari pertemuan yang tak disengaja itu, Wiwin dan Sumrambah saling mengenal. Mulanya tidak ada yang spesial di awal pertemuan karena memang keduanya baru saling mengetahui jika sama-sama kuliah di Unibraw. 

Setelah liburan usai, Wiwin dan Sumrambah kembali ke kampus. Dari pertemuan awal itulah keduanya mulai tidak canggung untuk intensif bertemu. 

“Kemudian waktu balik ke kampus, tiba-tiba setiap hari ketemu. Saya dulu itu senang nongkrong di warung kopi, karena hal itu jadinya, saya dan Mas Rambah sering ketemu,” kata Wiwin.

Walaupun berada di satu kampus yang sama dan masih sama-sama aktif sebagai mahasiswa, sebelumnya Wiwin tak pernah mengenal Sumrambah. Wiwin aktif di KSR dan Sumrambah aktif di forum diskusi mahasiswa. Sebelum bertemu di kandang ayam itu, keduanya nyaris tidak pernah bertemu. 

“Saya baru menyadari kalau beliau orang keren. Beliau waktu itu menjadi ketua Forum Diskusi Mahasiswa dan Penalaran, sedangkan saya waktu aktif di KSR. Karena saking sibuknya, jadi tidak pernah ketemu,” ungkapnya. 

Padahal, lanjut ibu 2 anak itu, sekretariat antar dua organisasi mahasiswa yang mereka ikuti, hanya terpisah dengan 2 ruang sekretariat organisasi lain. Namun, setelah pertemuan di kandang ayam itulah, Sumrambah dan Wiwin sering bertemu. 

“Waktu bertemu sama-sama cuek. Mungkin karena sama-sama cuek itu, kita akhirnya menjadi teman baik, menjadi sahabat sampai tahun 1998,” kata wanita anggota DPRD Provinsi Jawa Timur ini. 

Barulah di tahun 1998, keduanya sepakat menjalin hubungan pacaran. Namun, Wiwin menjelaskan jika gaya pacaran keduanya mungkin sangat tidak bisa diterapkan di era kekinian seperti saat ini. 

“Tahun 1998 itu kita pacaran. Itupun gaya pacarannya tidak kayak anak muda waktu itu, yang malam minggu nonton bareng. Tidak ada seperti itu. Gaya pacaran kita ya, saya menemani dia mengisi materi di acara apa gitu, saya duduk di belakang,” jelasnya. 

Jika sudah selesai mengisi materi, barulah keduanya pulang dan Wiwin diminta Sumrambah untuk mereview penyampaian materi diskusi yang disampaikan tadi. 

“Kalau sudah selesai dan jalan pulang, saya diminta mereview. Aku tadi gimana, kurang apa. Jadi pacaran kita ya diskusi itu, dan itu sampai sekarang ya seperti itu,” bebernya. 

Sumrambah dan Wiwin Isnawati resmi menjalani hubungan sebagai suami istri pada tahun 2001. Meski diawali dengan hubungan persahabatan yang saling cuek saat bertemu, maupun gaya pacaran yang dihiasi dengan diskusi diskusi, Wiwin merasa mantab saat dipinang Sumrambah.

Bagi Wiwin, Sumrambah adalah sosok lelaki yang bisa bertanggungjawab terhadap keluarganya. “Orang lain saja diurus sama beliau, apalagi istri dan anak-anaknya kelak. Itulah alasan mengapa saya mau berhubungan dengan Mas Rambah dan bersedia menjadi istri beliau,” demikian ungkap Wiwin.

Penilaian atas Sumrambah sebagai sosok laki-laki idaman dan mempunyai kepedulian kepada sesama, telah dilihat dan dirasakan sejak mereka saling mengenal hingga berpacaran.

Wiwin mengisahkan, pada tahun 1996 hingga 1998, atau masa sebelum mereka berpacaran, Sumrambah pernah berjualan soto dan beras. Keuntungan dari berjualan rupanya digunakan untuk membiayai aktivitas diskusi mahasiswa, serta untuk membantu temannya sesama mahasiswa yang mengalami kesulitan ekonomi.

“Sebelum tahun 1998, waktu beliau jualan soto, beras, aku ikut bantu. Aku waktu itu ya tertarik saja, ini ada orang kok perhatian sekali sama teman-temannya. Jual soto, jualan beras, keuntungannya digunakan untuk ngopeni teman-temannya yang kekurangan waktu kuliah,” tandas Wiwin.

Kelanggengan hubungan mereka, diakui Wiwin berasal dari sikap saling percaya diantara mereka. Sebagai istri Sumrambah, Wiwin merasa diperlakukan sebagai manusia seutuhnya, bukan sebagai perempuan yang berperan sebagai “konco wingking” atau perempuan yang harus terikat pada budaya patriarki.

“Dalam banyak hal terutama menyangkut urusan pekerjaan, anak-anak dan pergaulan, kita selalu berdiskusi. Banyak hal yang kita lakukan berdasarkan kesepakatan, tidak asal karena kemauan saya atau kemauan beliau,” ungkap dia.

Selama menjadi istri Sumrambah, seorang politisi dan tokoh publik, Wiwin telah siap dengan berbagai konsekuensi. Ujian atas kesetiaan terhadap pasangan bukan sekali dua kali ia dapatkan. Namun, keyakinan bahwa suaminya bukan tipe laki-laki yang bisa dengan mudah mendua atau beralih ke lain hati, terus terpatri.

Bahkan, tutur Wiwin, saat suaminya menjadi anggota DPRD Provinsi Jawa Timur, ada seseorang yang mencoba menganggu kepercayaan dia kepada suaminya dengan memberi bahwa suaminya sedang menginap dengan perempuan di sebuah hotel.

Wiwin yang kala itu menyadari posisi dan kedudukan suaminya, tak lantas percaya begitu saja. Dia justru memilih percaya kepada suaminya. Karena bagi Wiwin, dirinya tidak mempunyai alasan untuk tidak mempercayai suaminya.

Dalam menanggapi setiap godaan atau gangguan terhadap keluarganya, dia selalu mendasarinya dengan menggunakan logika. “Setiap menghadapi suatu persoalan, saya selalu mendasarinya dengan logika, tidak berdasarkan emosi atau perasaan.” tukasnya. 

“Itulah kenapa saya lebih percaya kepada Mas Rambah, karena beliau bukan tipikal laki-laki yang suka pada hal-hal seperti itu. Beliau adalah tipikal laki-laki yang setia,” kata Wiwin melanjutkan. 

Menurutnya, kepercayaan terhadap pasangan, keterbukaan dalam menghadapi berbagai situasi, serta kesetaraan dalam banyak kesempatan, membuat hubungannya dengan Sumrambah bisa terus langgeng.

Hal lain juga diungkapkan Wiwin hidup berumah tangga bersama Sumrambah. Selain tipe laki-laki setia, serta bertanggung jawab, suaminya adalah sosok kepala keluarga yang begitu menyayangi istri dan anak-anaknya.

Di tengah kesibukannya sebagai tokoh publik dan politisi, suaminya itu sesekali menyempatkan waktu berkumpul dengan istri dan kedua anaknya, meski hanya sekedar makan bersama. Pasangan yang menikah pada 2001, kini telah dikaruniai 2 anak.

Kepada anak-anaknya, Sumrambah selalu mengajarkan agar mereka bisa segera bisa hidup mandiri. Kedua anaknya juga dilarang keras memanfaatkan fasilitas yang diperoleh ayahnya ataupun bergantung kepada nama besar sang ayah.

“Dan, satu hal yang penting lagi, Mas Rambah itu kalau mau kemana-mana, selalu memberi tahu dan meminta saya untuk mendoakan. Setiap mau pergi, tidak lupa selalu meminta doa dari istrinya,” pungkas Wiwin.