Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the acf domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/xcloud.id/public_html/wp-includes/functions.php on line 6121
Khairul Fahmi: Keakraban Prabowo dan Erdogan Bisa Jadi Poros Baru Dunia Lawan Dominasi Global – Halaman all – Xcloud.id
Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Khairul Fahmi: Keakraban Prabowo dan Erdogan Bisa Jadi Poros Baru Dunia Lawan Dominasi Global – Halaman all

Khairul Fahmi: Keakraban Prabowo dan Erdogan Bisa Jadi Poros Baru Dunia Lawan Dominasi Global – Halaman all

TRIBUNNEWS.COM, TURKI – Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai keakraban Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bisa menjadi poros baru kekuatan global. 

Keduanya dianggap merepresentasikan kebangkitan Selatan Global dan simbol perlawanan terhadap dominasi sistem internasional yang timpang.

Fahmi memulai analisanya dari sebuah foto Erdogan menggamit lengan Prabowo, saat keduanya berjalan berdampingan menyusuri istana yang terang dan megah di Ankara.

Suasana resmi itu dipenuhi gestur hangat, diapit para pejabat, pengawal dan kamera yang membingkai langkah kedua pemimpin.

“Ini bukan hanya tentang sorotan media, tetapi juga menjadi jendela untuk memahami arah baru dunia. Erdoğan, pemimpin tangguh yang telah lama menjadi simbol keteguhan dunia Muslim, seakan memberikan pengantar istimewa bagi Prabowo, pemimpin baru dari Asia Tenggara yang tengah memainkan peran globalnya,” ujar Fahmi saat dimintai keterangan Sabtu (12/4).

Menurut Fahmi gestur erat itu menyiratkan lahirnya poros baru antara Jakarta dan Ankara, poros yang tak hanya dibangun di atas kepentingan ekonomi atau pertahanan, tetapi juga nilai, sejarah, dan tanggung jawab moral bersama.

“Dunia menyaksikan kebangkitan dua bangsa besar dari Selatan Global, Indonesia dan Turki yang ingin menawarkan alternatif atas dominasi lama, menyusun ulang arsitektur global menuju tatanan yang lebih adil, multipolar, dan manusiawi,” kata Fahmi.

Sebelum pertemuan bilateral di istana, Prabowo mendapat kehormatan langka untuk berbicara di hadapan parlemen Turki.

Di forum tinggi itu, ia menyampaikan pidato yang bukan sekadar basa-basi diplomatik, melainkan deklarasi nilai dan arah kepemimpinan moral.

Prabowo pun menyitir tokoh besar Turki, Mustafa Kemal Ataturk dan Sultan Mehmed II, bukan hanya sebagai simbol kejayaan masa lalu, tetapi sebagai inspirasi untuk membangun peradaban modern yang berdaulat dan beradab.

Prabowo juga menyuarakan kepedulian mendalam atas tragedi kemanusiaan di Gaza.

“Dan kami merasa ingin bersama Turki membela rakyat, kebenaran, di dunia yang sekarang penuh dengan ketidakpastian,” demikian kata Prabowo, dalam pidato yang disambut 17 kali tepuk tangan dari para anggota parlemen Turki.

“Erdogan juga secara pribadi memuji isi dan semangat pidato tersebut. Dalam pertemuan bilateral, keduanya menegaskan komitmen memperkuat kerja sama dalam bidang teknologi, pendidikan, industri pertahanan, hingga diplomasi kemanusiaan,” jelas dia.

“Dalam lanskap global yang tengah bergerak menuju multipolaritas, poros Ankara–Jakarta hadir sebagai kekuatan alternatif. Bukan sekadar reaksi terhadap polarisasi lama antara Barat dan Timur, tetapi juga respons strategis terhadap tekanan baru seperti kebijakan proteksionis dan perang tarif gaya Trump yang kembali menghantui negara-negara berkembang,” lanjutnya.

Fahmi mencatat bahwa Turki, di bawah kepemimpinan Erdogan, telah berhasil membangun industri pertahanan mandiri.

Menurut SIPRI, ekspor senjata Turki meningkat hampir 70 persen dalam lima tahun terakhir.

Sementara Indonesia, melalui Prabowo, menunjukkan tekad untuk mengejar kemandirian strategis dalam bidang pertahanan dan ketahanan nasional. Kolaborasi kedua negara dalam alih teknologi UAV, sistem pertahanan udara, hingga kendaraan taktis menjadi pilar penting dari poros ini.

“Tapi kekuatan poros ini tidak hanya bersifat teknokratik. Kerja sama Indonesia-Turki juga menjadi simbol perlawanan terhadap dominasi sistem global yang timpang. Ini adalah bagian dari kebangkitan Selatan Global, gerakan moral dan strategis yang menolak untuk sekadar menjadi objek permainan kekuasaan dunia. Bagi negara-negara Afrika, Asia Selatan, dan Amerika Latin yang selama ini terpinggirkan, poros ini adalah isyarat bahwa dunia baru bisa dan sedang dibentuk oleh mereka yang dulu tidak diperhitungkan,” terangnya.

Fahmi menilai poros Jakarta dan Ankara juga mampu menjadi jangkar bagi stabilitas kawasan masing-masing. Bukan hanya karena kekuatan militernya, tetapi karena kemampuannya membangun hubungan lintas kawasan, dan memosisikan diri sebagai pemimpin regional yang terbuka, bermartabat, dan rasional.

Setidaknya menurut Fahmi, porous Erdogan-Prabowo menyatukan tiga kekuatan besar yang saling menopang: pertahanan, diplomasi nilai, dan integrasi peradaban.

Di bidang pertahanan, kerja sama teknologi dan industri alutsista membuka jalan bagi kemandirian strategis yang lebih konkret. Ini bukan sekadar urusan kontrak, tapi agenda jangka panjang untuk menciptakan ekosistem pertahanan yang mandiri dan berkelas dunia.

“Dalam diplomasi nilai, kedua negara berbagi kepedulian atas isu-isu global, terutama Palestina. Posisi vokal Indonesia dan Turki dalam menanggapi tragedi kemanusiaan, termasuk di Gaza, menjadikan mereka kekuatan moral yang tidak bisa diabaikan. Ini bukan hanya tentang narasi, tetapi tentang komitmen untuk memperjuangkan keadilan dalam sistem internasional yang cenderung tumpul terhadap penderitaan di Selatan dunia,” ujar dia.

Lebih jauh, kerja sama ini dinilai menyentuh dimensi peradaban, di mana Indonesia dan Turki adalah dua negara demokratis berpenduduk Muslim terbesar di dunia. Keduanya memiliki legitimasi moral dan historis untuk mengajukan alternatif bagi dunia yang sedang kehilangan arah.

Dalam forum seperti G20, OKI, dan PBB, suara gabungan Jakarta-Ankara bisa menjadi kekuatan baru dalam memperjuangkan arsitektur dunia yang lebih manusiawi.

 “Apa yang dilakukan Prabowo dan Erdogan bukan hanya langkah pragmatis. Ini adalah kelanjutan dari cita-cita besar Konferensi Asia-Afrika di Bandung tahun 1955. Dulu, para pendiri gerakan nonblok berdiri untuk menolak dominasi dua kutub dunia. Kini, poros Ankara-Jakarta melanjutkan semangat itu: berdiri di tengah, mandiri dalam arah, dan berani memimpin dunia menuju tatanan baru yang lebih setara,” kata Fahmi.

Merangkum Semua Peristiwa