Liputan6.com, Jakarta Sekelompok perempuan orang rimba atau Suku Anak Dalam (SAD) dari Kelompok Tumenggung Yudi perlahan melangkah menuju Balai Desa Pelakar Jaya, Kecamatan Pamenang, Merangin, Rabu (30/7). Di antara mereka ada Mariam, Sinta dan Ponco. Berjalan berdampingan dengan Lukas dan Ngelelai, dua lelaki yang turut mewakili kelompok dalam kegiatan di balai desa.
Langkah mereka mantap. Bukan sekadar menghadiri pertemuan, tetapi membawa harapan dan menyuarakan aspirasi komunitas mereka dalam agenda Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes) pembahasan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes).
Orang rimba, sebagai bagian dari masyarakat Desa Pelakar Jaya, tentu juga ingin sumber daya desa dialokasikan untuk masyarakat yang hingga ini masih tergolong marginal.
Momen RKPDes cukup penting bagi orang rimba untuk bersuara dan memberikan usulan supaya pembangunan yang direncanakan di desa juga menyentuh komunitas mereka. Maklum, sebelumnya kelompok mereka tidak pernah dilibatkan dalam kegiatan desa.
Semangat ini yang mendorong Mariam dan perempuan rimba lainnya ke ruang pertemuan balai desa. Kegiatan yang tahun-tahun sebelumnya tidak pernah mereka jalani.
Pagi itu, mereka duduk di deretan kursi tetamu undangan desa, berdampingan dengan tokoh-tokoh desa lainnya. Mereka bertekad, kehadirannya bukan sebagai tamu yang datang dan mendengarkan, tetapi sudah bersiap dengan usulan yang akan disuarakan.
Ketika kesempatan itu datang, Mariam, seorang perempuan orang rimba, berdiri dan mengacungkan tangan. Dengan suara tegas namun bersahaja, dia menyampaikan harapan. Dia ingin sumber air di wilayah permukiman.
“Kami ingin ada sumber air bersih, Pak. Selama ini kami hanya punya satu sumur, dan semua keluarga menggunakannya. Di musim kemarau ini, airnya semakin sedikit. Kami minta ada tambahan sumur,” tutur perempuan berusia sekitar 30 tahun itu dengan lantang.
Pernyataan Mariam disambut anggukan setuju dari perempuan rimba lainnya. Keterbatasan air bersih dirasakan oleh komunitas orang rimba. Di permukiman mereka yang terdiri dari 25 rumah bantuan pemerintah, saat ini dihuni oleh 22 kepala keluarga.
Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, mereka harus berjalan kaki cukup jauh ke sumber air Pamsimas. Setiap pagi, para perempuan berjalan beriringan membawa jeriken untuk menampung dan membawa air pulang ke rumah.
Bagi orang rimba, ketersediaan air bersih untuk keperluan mandi cuci kakus (MCK) kini menjadi kebutuhan penting, tidak hanya untuk kebutuhan rumah tangga, tetapi juga untuk mendukung kesiapan anak-anak mereka bersekolah.
Seiring bergabungnya anak-anak orang rimba di sekolah bersama masyarakat umum, mereka mulai menyesuaikan diri, termasuk dalam hal kebersihan pribadi. Kini, aktivitas mandi pagi sebelum berangkat sekolah mulai menjadi kebiasaan baru. Namun, keterbatasan air bersih sering menghambat mereka.
“Kami ingin anak-anak kami terus bersekolah. Kami harap mereka bisa pergi ke sekolah dalam keadaan bersih dan mengenakan seragam yang layak. Kami juga berharap ada bantuan pakaian sekolah untuk anak-anak kami,” sambung Mariam.
Mariam menyampaikan pendapatnya dengan lugas dan yakin. Wajahnya tak lagi ragu seperti tahun-tahun sebelumnya. Di sampingnya, Sinta—seorang ibu muda dengan dua anak—menyuarakan aspirasi yang tak kalah penting.
“Kami juga ingin ada bantuan untuk beternak sapi. Perempuan rimba juga ingin maju seperti warga desa, punya penghasilan sendiri,” ujar Sinta dengan nada serius.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5302631/original/065194100_1754030861-1000005493__1_.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)