Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Ketika Masyarakat Berau Dilatih Memimpin Pemantauan dan Restorasi Mangrove

Ketika Masyarakat Berau Dilatih Memimpin Pemantauan dan Restorasi Mangrove

Liputan6.com, Berau – Penyelamatan ekosistem pesisir dengan pendekatan membangun kesadaran masyarakat kini terus digalakkan banyak pihak. Masyarakat pun, terutama komunitas nelayan di pesisir pantai, mulai memahami pentingnya mangrove sebagai penyambung kehidupan mereka.

Indonesia sendiri memiliki kawasan mangrove sekitar 3,1 juta hektare, atau 22,6% dari luas mangrove di dunia. Namun Dalam tiga dekade terakhir, Indonesia telah kehilangan 52 ribu hektare kawasan mangrove, atau 1-2% setiap tahunnya.

Menurut data dari Center for International Forestry Research (CIFOR), deforestasi dan perubahan tata guna lahan, termasuk kerusakan mangrove, berkontribusi antara 8–20% terhadap total emisi CO₂ global yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Di Indonesia, dalam luasan yang sama, hutan mangrove menyimpan lima kali lebih banyak karbon dibandingkan hutan daratan, dan mencakup sepertiga dari seluruh karbon yang tersimpan dalam ekosistem mangrove global.

Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Berau bersama Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kabupaten Berau dan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), menyelenggarakan pelatihan pengelolaan dan penguatan sistem basis data kawasan mangrove. Kegiatan yang digelar 8-10 Januari 2025 ini, bertujuan untuk menguatkan pengelolaan kawasan mangrove di Kabupaten Berau secara kolaboratif dan berkelanjutan.

Kabupaten Berau termasuk wilayah di Indonesia yang memiliki kawasan mangrove terluas yaitu sekitar 80 ribu hektare. Namun, kawasan ini terus menghadapi tekanan akibat pembukaan tambak, pembalakan ilegal, pariwisata tidak berkelanjutan, pembangunan infrastruktur, dan sebagainya.

“Kawasan mangrove di Kabupaten Berau adalah aset penting, baik secara ekologis maupun ekonomis. Melalui kegiatan ini, kami ingin memastikan pengelolaan mangrove dilakukan dengan pendekatan berkelanjutan yang tidak hanya melindungi ekosistem, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujar Sekretaris Daerah Kabupaten Berau, Muhammad Said.

Pelatihan ini membekali masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari ekosistem pesisir untuk menyusun perencanaan aksi terpadu terhadap pengelolaan kawasan mangrove yang mutakhir dan mengikuti trend perkembangan. Hal ini sejalan dengan metode Restorasi Ekosistem Mangrove Berbasis Masyarakat atau Community Based Ecological Mangrove Rehabilitation (CBEMR).

Metode CBEMR memungkinkan masyarakat lokal memimpin restorasi mangrove dengan pendekatan sistematis dan standar yang terukur. Pelibatan masyarakat menjadi sangat penting, karena mereka lebih memahami situasi di daerah tersebut. Bersama pemangku kepentingan lainnya, seperti pemerintah dan dinas terkait, masyarakat dapat menganalisis fenomena atau permasalahan yang terjadi di kawasan mangrove di sekitar tempat tinggal mereka sekaligus mengasah keterampilan mereka untuk melakukan pemantauan dan pendataan mangrove menggunakan beberapa perangkat hingga praktik pendugaan biomassa dan karbon hutan mangrove.

“Melalui pelatihan ini, kami lebih memahami bagaimana mangrove dapat menjadi aset penting untuk masa depan, baik untuk lingkungan maupun perekonomian masyarakat. Ini memberikan harapan baru bagi masyarakat pesisir. Kami berharap, sinergi antara masyarakat dan pemerintah dapat terus terjaga,” kata Ketua Tabalar Mangrove Lestari (TML) Kampung Tabalar Muara, Harjo.