Jakarta, CNN Indonesia —
Istri dari dua hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang menjatuhkan vonis bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur (31) yakni Erintuah Damanik dan Mangapul memberikan kesaksian mengenai penggeledahan dan detik-detik suaminya ditangkap tim kejaksaan.
Kesaksian itu disampaikan para saksi tersebut dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap dan penerimaan gratifikasi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (7/1).
Jaksa penuntut mencecar Rita Sidahuluk, istri dari Erintuah, mengenai penukaran valuta asing (valas) senilai Rp1 miliar.
Jaksa memulai dengan mengungkap fakta soal Rita yang sempat menukar valas di PT Golden Trimulia Valasindo pada Agustus 2024. Namun, Rita mengaku lupa nominalnya.
“Ibu pernah tukar di Golden Trimulia Valasindo?” tanya jaksa.
“Pernah,” jawab Rita.
“Masih ingat berapa total yang pernah ibu tukarkan?” timpal jaksa.
“Enggak,” sebut Rita
Mendengar jawaban tersebut, jaksa kemudian membeberkan data perihal penukaran valas yang dilakukan oleh Rita pada periode Maret 2022 hingga 4 Juni 2024 dengan total mencapai Rp1 miliar
Meski demikian, di hadapan majelis hakim, Rita menyatakan tak mengingat semua penukaran valas tersebut.
“Ini kalau lihat data-data sekitar Rp1 miliar, Bu. Dimulai dari Maret 2022 dan 4 Juni 2024. Kalau khusus 2024-nya bu, ada dimulai dari 15 Maret 2024 penukaran 20.000 dolar AS, nilainya Rp311 juta dengan 4 Juni 2024,” ungkap jaksa.
“Ini kan data yang kami terima, kami konfrontasi ke ibu data-data ini, ini ibu yang menukarkan. Langsung atau pernah menyuruh orang atas nama ibu atau seperti apa?” sambung jaksa terus menekan.
“Aduh enggak ingat saya pak,” jawab Rita.
Selain itu, Rita mengaku trauma dengan proses penggeledahan dan penangkapan suaminya beberapa waktu lalu. Ia mengaku dilanda ketakutan selama berminggu-minggu.
“Itu yang buat saya enggak berani sambil lihat orang lagi pak, ketakutan yang sangat mencekam saya sampai berapa minggu,” ujar Rita di hadapan majelis hakim.
“Terus kadang habis itu juga ada ketuk-ketuk (pintu). Saya enggak bisa tidur berhari-hari pak,” kata Rita menceritakan trauma usai penggeladahan apartmen oleh penyidik kejaksaan.
Jaksa lantas mencari tahu penyebab sebenarnya dari ketakutan yang dialami Rita tersebut.
Kata Rita, trauma dan ketakutan yang dialaminya muncul karena suaminya terjerat kasus dugaan tindak pidana korupsi.
“Karena dilakukan proses hukum terhadap suami ibu ya?” tanya jaksa.
“Iya,” ucap Rita mengamini.
Sementara itu, Marta Pangabean juga mengaku kaget saat mendengar kabar apartemen suaminya (Mangapul) di Surabaya, Jawa Timur, digeledah tim kejaksaan. Ia mengatakan saat itu sedang berada di Medan.
“(Tahu) dari kakak saya, masuk ke handphone. Itu bapak, kalau bapak dipanggil bapak Jeo. Bapak Jeo itu ada penggeledahan ini katanya sama saya. Dari anak juga, dari media juga,” kata Marta.
Setelah mendengar kabar tersebut, Marta tidak langsung menuju Surabaya karena tidak mendapatkan tiket pesawat.
“Saya tidak langsung berangkat besoknya karena tiket tidak tersedia pada saat itu. Besoknya saya berangkat ke Surabaya, Surabaya tiga jam penerbangan. Saya sampai di apartemen, tetapi apartemen dikunci,” tutur Marta.
“Lalu, saya tanya ponakan saya juga, seorang jaksa juga. Saya tanya dia, karena dia pasti tahu. ‘Coba, di mana keberadaan Om-mu?’ Saya tanya begitu. Dia suruh saya kembali, sudah di Kejaksaan Agung. Balik lagi, tante balik lagi dulu, balik dulu ke Kejaksaan Agung padahal bapak masih di Kejaksaan Tinggi (Kejati Jatim),” sambungnya.
Marta mengungkapkan pada momen tersebut dirinya merasa sangat capek atau lelah.
“Seumur-umur tidak pernah saya mengalami seperti ini,” ungkap dia.
Erintuah, Mangapul dan satu hakim PN Surabaya lainnya yaitu Heru Hanindyo didakwa menerima suap sejumlah Rp1 miliar dan Sin$308.000 diduga untuk mengurus perkara terdakwa Gregorius Ronald Tannur. Mereka juga didakwa menerima gratifikasi dianggap suap.
Erintuah disebut menerima gratifikasi dalam bentuk uang rupiah dan mata uang asing. Yakni uang sebesar Rp97.500.000, Sin$32.000 dan RM35.992,25.
Ia menyimpan uang-uang tersebut di rumah dan apartemen miliknya. Ia tidak melaporkan penerimaan tersebut kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari sehingga dianggap sebagai gratifikasi.
Sementara Heru disebut menerima gratifikasi berupa uang tunai sebesar Rp104.500.000, US$18.400, Sin$19.100, ¥100.000 (Yen), €6000 (Euro) dan SR21.715 (Riyal Saudi). Heru menyimpan uang-uang tersebut di Safe Deposit Box (SDB) Bank Mandiri Kantor Cabang Cikini Jakarta Pusat dan rumahnya.
Sedangkan Mangapul disebut menerima penerimaan yang tidak sah menurut hukum dengan rincian Rp21.400.000,00, US$2.000 dan Sin$6.000. Ia menyimpan uang tersebut di apartemennya.
(ryn/kid)
[Gambas:Video CNN]